IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TRANSPORTASI PUBLIK BUS TRANSJAKARTA BUSWAY DALAM RANGKA MENGURANGI KEMACETAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan publik (Public Service) atau
pelayanan umum merupakan segala bentuk kegiatan dalam bentuk pelayanan
jasa, baik dalam bentuk barang maupun jasa yang menjadi tanggung jawab
pemerintah. Didalam keputusan Menteri Aparatur Negara Nomor:
Kep/25/M.Pan/2/2004 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan
Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, Pelayanan publik adalah segala
kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Kegiatan pelayanan publik sifatnya umum
karena mencakup hajat hidup orang banyak.
Pelayanan publik juga dapat dijadikan sebagai tolak ukur
dari hasil kinerja pemerintah dalam melayani masyarakat. Kualitas pelayanan
publik mencerminkan kinerja dari pemerintah itu sendiri. Masyarakat merupakan
objek yang merasakan langsung dari dampak pelayanan publik tersebut.
Keberhasilan pemerintah dalam membangun pelayanan publik dilihat dari
professionalisme, efektifitas, dan efisiensi.
Namum pada kenyataannya pelayanan publik di Indonesia
belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Penyelenggaraan pelayanan publik yang
dijalankan oleh pemerintah belum berjalan secara professional, efektif, dan
efisien. Banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat mencerminkan belum
maksimalnya kinerja pemerintah selaku penyelenggara pelayanan publik. Ditingkat
ASEAN saja Indonesia termasuk negara yang paling buruk dalam pelayanan publik.
Indonesia saat ini sudah tertinggal oleh Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Sedangkan negara yang paling maju dalam urusan pelayanan publik di tingkat
ASEAN adalah Singapura. Hasil dari laporan World Bank tahun 2011, Indonesia
berada di posisi 129 dari 150 negara penyelenggara pelayanan publik.
Salah satu pelayanan publik yang dijalankan oleh
pemerintah Indonesia adalah pelayanan trasnportasi umum. Pada awalnya, tujuan
dari pembangunan pelayanan trasnportasi di Indonesia adalah untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, dan pemersatu Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Pembangunan trasnportasi di Indonesia berpedoman
pada sistem transportasi nasional (Sistranas), yang diarahkan untuk mendukung
perwujudan Indonesia menjadi lebih sejahtera dan mewujudakan Indonesia yang
aman, adil dan, demokratis.
Namun pada kenyataannya,pelayanan transportasi di
Indoensia belum berjalan sesuai dengan harapan. Berbagai fenomena permasalahan
muncul didalam tatanan sistem transportasi di Indonesia khususnya di kota-kota
besar seperti Jakarta, buruknya pelayanan, kecelakaan, kemacetan, kriminalitas,
dan sarana fasilitas umum yang rusak menjadi tontonan sehari-hari. Sistem
transportasi di Ibu Kota Jakarta menjadi semakin semerawut. Jumlah kapasitas
sarana trasnportasi publik belum dapat mengimbangi jumlah mobilitas penduduk
seperti yang terjadi di Ibu Kota Jakarta. Kendaraan umum yang ada di kota-kota
besar di Indonesia umumnya berukuran kecil dan tidak seimbang dengan jumlah
pengguna trasnportasi. Dan parahnya jumlahnya sangat banyak.
Fenomena
yang terjadi di Indonesia, transportasi publik lebih diutamakan sebagai sarana
kepentingan bisnis daripada kepentingan umum. Transportasi publik saat ini
tidak lagi memperhatikan aspek kepentingan umum seperti aspek keselamatan
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kecelakaan disektor
transportasi publik. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perhubungan Darat
Departemen Perhubungan (Ditjen Hubdar Dephub) rata-rata korban meninggal dunia
dalam 1 tahun sejumlah 10.696 jiwa atau setiap harinya lebih dari 20 keluarga
yang harus kehilangan anggota keluarganya. Rendahnya kedisiplinan pengemudi
transportasi publik menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. Tingginya angka
kecelakaan di sektor transportasi publik disebabkan banyaknya
pelanggaran-pelanggaran aturan lalu lintas. Pelanggaran yang sering dilakukan
oleh para supir antara lain, mengemudi ugal-ugalan, menyerobot lampu merah,
surat-surat yang tidak lengkap, pelanggaran marka jalan, dan jumlah muatan yang
melebihi kapasitas. Masalah menjadi bertambah parah dengan mudahnya pemberian
izin trayek kepada para pengusaha angkutan umum. Pemberian izin trayek ini
justru menjadi kesempatan bagi para pejabat untuk meraup keuntungan. Namun
disisi lain, pemberian izin pembukaan trayek baru menciptakan lapangan
pekerjaan baru.
Transportasi
adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan
menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.
(wikipedia.org). Dengan adanya trasnportasi diharapkan dapat memudahkan manusia
dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.Transportasi sangat diperlukan untuk
wilayah yang memiliki jumlah populasi yang besar. Sebut saja Jakarta, pada
tahun 2010 Ibu Kota Negara Republik Indonesia ini memiliki jumlah penduduk
sekitar 9,607,787 jiwa (http://www.bps.go.id/). Jumlah penduduk akan menjadi
bertambah disiang hari, ketika penduduk dari luar Jakarta (Bogor, Depok,
Bekasi, dan Tanggerang) keluar masuk untuk bekerja di Jakarta. Ini artinya mobilitas
penduduk Jakarta dan sekitarnya sangat tinggi. Diperlukan moda transportasi
masal yang dapat memindahkan mobiltas penduduk dalam jumlah yang besar.
Tranportasi masal tersebut tidak hanya menghubungkan antar wilayah di sekitar
Jakarta saja, tetapi juga menghubungkan antar wilayah disekitar Jakarta
(hiterland) seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tanggerang (Bodetabek), agar
memudahkan penduduk yang melakukan perjalan ulang alik setiap harinya.
Didalam harian Kompas (Selasa, 12 Oktober 2010 | 09:06)
WIB disebutkan berdasarkan data Polda Metro Jaya, jumlah perjalanan di Jakarta
mencapai pada bulan mei 2010 mencapai 20,7 juta perjalanan per hari. Jumlah
tersebut belum termasuk jumlah perjalanan dari Tanggerang 850.000 perjalan per
hari, Depok 600.000 perjalan per hari, dan Bekasi 550.000 perjalan per hari.
Dari jumlah tersebut, 44 persen diantaranya dilayani oleh kendaraan pribadi dan
56 persen dilayani oleh angkutan umum. Didalam harian Kompas (Selasa, 12
Oktober 2010 | 09:06) juga disebutkan, jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakrta
pada tahun 2009 mencapai 6,5 juta unit yang terdiri dari 98,6 persen kendaraan
pribadi atau 6,4 juta unit, dan angkutan umum 1,4 persen atau 88,477 unit. Dan
jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah.Meningkatnya
jumlah kendaraan bermotor tidak diimbangi dengan jumlah kapasitas jalan yang
hanya bertambah sekitar 0,01 persen setiap tahunnya. Sehingga menimbulkan
kemacetan disejumlah jalan protokol di DKI Jakarta. Kemacetan di Jakarta tidak
hanya disebabkan oleh jumlah kendaraan yang terus bertambah, tetapi juga
disebabkan oleh ketidak disiplinan para pengedara yang sering melanggar
peraturan rambu-rambu lalu lintas.
Untuk mengurangi kemacetan di Jakarta, beberapa upaya
telah dilakukan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta, seperti pemberlakuan
kebijakan 3 in 1 di jalan-jalan tertentu. Kebijakan 3 in 1 ini telah diterapkan
pada tahun 2003 melalui keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta No. 4104/2003 Tanggal 23 Desember 2003, tujuannya untuk mengurangi
kemacetan di Jakarta. Secara konsiten jumlah kendaraann pribadi seperti
mobil terus bertambah dan ramalan kemacetan total pun semakin menjadi
kenyataan (kompasiana 28 February 2013 | 16:44). Namun
kebijakan 3 in 1 ini tidak berjalan secara efektif. Kebijakan 3 in 1 yang
diimplementasikan di DKI Jakarta belum mampu mengurangi kemacetan. Rendahnya
ketidak disiplinan dan ketidak tegasan aparatur penegak hukum menjadi penyebab
tidak berjalannya kebijakan 3 in 1 dalam mengurangi kemcaetan. Bahkan di tahun
2013 ini, rencananya kebijakan 3 in 1 akan di hapus oleh pemerintah DKI Jakarta
dengan alasan tidak bisa mengatasi kemacetan. Sebagai penggantinya, pemerintah
DKI Jakarta mulai tahun 2004 fokus pada pembangunan sistem transportasi masal.
Tujuannya agar penduduk DKI Jakarta dapat berlalih dari kendaraa pribadi ke
transportasi masal.
Sejak tahun 2004, pemerintah DKI Jakarta meluncurkan
transportasi massal busway. Tujuannya agar para pengguna kendaraan pribadi
berpindah ke transportasi umum. Sistem transportasi busway ini diharapkan dapat
mengurangi kemacetan di Jakarta. Ide pembangunan proyek Bus Rapid
Transit (BRT) atau Busway di Jakarta, sebenarnya sudah muncul sejak
tahun 2001. Sistem Bus Rapid Transit ini
terisnpirasi dengan proyek yang ada di Bogota. Sistem ini dimodelkan
berdasarkan sistem TransMilenio yang sukses di Bogota, Kolombia. Kemudian ide
ini menjadi sebuah tantangan untuk gubernur Sutiyoso yang terpilih sebagai
gubernur DKI Jakarta untuk periode yang kedua (2002-2007). Sebuah institut
bernama Institute for Transportation & Development Policy (ITDP)
menjadi pihak penting yang mengiringi proses perencanaan proyek ini. Konsep
awal dari sistem ini dibuat oleh PT. Pamintori Cipta, sebuah konsultan
transportasi yang sudah sering bekerjasama dengan Dinas Perhubungan DKI
Jakarta. Selain pihak swasta, terdapat beberapa pihak lain yang juga mendukung
keberhasilan dari proyek ini, di antaranya adalah badan bantuan Amerika (US
AID) dan The University of Indonesia’s Center for Transportation
Studies (UI-CTS). (http://id.wikipedia.org/wiki/Transjakarta)
Bus Transjakarta atau Busway memulai operasinya pada 15
Januari 2004 dengan tujuan memberikan jasa angkutan yang lebih cepat, nyaman,
namun terjangkau bagi warga Jakarta. Untuk mencapai hal tersebut, bus ini
diberikan lajur khusus di jalan-jalan yang menjadi bagian dari rutenya dan
lajur tersebut tidak boleh dilewati kendaraan lainnya (termasuk bus umum selain
Transjakarta). Agar terjangkau oleh masyarakat, maka harga tiket disubsidi oleh
pemerintah daerah. (http://id.wikipedia.org/wiki/Transjakarta)
Namun dalam perjalanannya, sistem transportasi massal
Busway tidak berjalan dengan mulus. Pada tahun 2011, Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia atau YLKI memberikan penilaian bahwa pelayanan Bus Transjakarta
Busway merupakan pelayanan busway paling buruk didunia. Penilaian pelayanan Bus
Transjakarta di lihat dari kondisi bus yang sudah mulai tua dan rusak. Selain
itu masalah ketepatan waktu juga menjadi penilaian. Bus Transjakarta belum
memiliki waktu tempuh yang ideal. Jarak waktu tempuh (headway) antara
kedatanagna Bus Transjakarta dengan Bus Transjakarta lainnya tidak dapat
diprediksi pada saat memasuki halte. Sehingga menyebabkan penumpukan penumpang
di sejumlah halte Busway. Hal ini seperti yang terjadi di halte Busway Kampung
Melayu, dimana sejumlah penumpang berdesak-desakan untuk mendapatkan Busway
yang akan mereka tumpangi. Halte Busway Kampung Melayu merupakan tempat transit
antara Busway koridor 5 jurusan Kampung Melayu – Ancol, koridor 7 jurusan
Kampung Rambutan – Kampung Melayu, dan koridor 11 jurusan Kampung Melayu – Pulo
Gebang.
Berdasarkan hasil Institut Studi Transportasi (INSTRAN)
menyebutkan, berdasarkan Data Instute for Transportasi and Development
Policy (ITDP), jumlah penumpang busway pada tahun 2009 dan 2010
mengalami penurunan sebesar 6 %. Padahal jumlah penumpang busway 2005 ke 2006
mengalami peningkatan dari 20,7 juta penumpang menjadi 38,8 juta penumpang atau
meningkat sebesar 87 %. Padahal jumlah panjang jalur koridor Busway hingga
tahun 2012 mencapai 170 Km, dan merupakan jalur koridor busway terpanjang di
dunia. Seharusnya jumlah penumpang busway terus bertambah dan kemacetan pun
berkurang.
Selain itu permasalahan lain yang harus diperhatikan oleh
pemprov DKI Jakarta adalah kualitas armada bus. Saat ini sudah beberapa kali
Bus Transjakarta yang terbakar disejumlah koridor. Hal ini seperti yang terjadi
koridor III jurusan Kalideres – Pasar Baru jalan Daan Mogot, dimana Busway
terbakar diduga dari konsleting listrik dari ruang mesin bus. Namun untungnya
tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini karena busway dalam keadaan kosong.
Tapi kondisi ini harus menjadi perhatian pemerintah Provinsi DKI Jakarta selaku
penyelenggara Bus Transjakarta.
Penanganan permasalahan trasnporatsi di DKI Jakarta
khususnya Bus Transjakarta sangat penting. Dalam meningkatkan kualitas
pelayanan transportasi massal, pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus memiliki
suatu konsep yang matang agar permasalahan transportasi publik seperti Bus
Transjakarta Busway tidak terjadi kembali dimasa yang akan datang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang penelitian tersebut,
dapat diketahui bahwa masih banyak permasalahan yang terjadi didalam pelayanan
transportasi publik Bus Transjakarta. Dengan melihat fenomena permasalah yang
telah dikemukakan diatas, maka peneliti mengidentifikasi dan merumuskan masalah
sebagai berikut, bagaimana implementasi kebijakan transportasi publik Bus
Transjakarta/Busway yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam
rangka mengurangi kemacetan.
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan
1.3.1 Maksud Penulisan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data
dan informasi tentang implementasi kebijakan transportasi publik Bus
Transjakarta/Busway yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam
rangka mengurangi kemacetan.
1.3.2 Tujuan Penulisan
Tujuan peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana permasalahan implementasi kebijakan transportasi publik
Bus Transjakarta/Busway yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
dalam rangka mengurangi kemacetan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan
2.1.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Tidak terlakasanya sebuah implementasi kebijakan publik
disebabkan tidak adanya kejelasan mengapa kebijakan tersebut dibuat. Didalam
pelaksanaannya kegagalan impelemtasi kebijakan disebabkan tidak adanya tindakan
yang amanah atau tidak melaksanakan dengan sungguh-sungguh. Impelentasi
kebijakan transportasi busway di DKI Jakarta belum dapat menjawab permasalahan
kemacetan di Ibu Kota. Sejak di luncurkan pada tanggal 5 Januari 2004, hingga
tahun 2012 belum dapat memberikan kontribusi dalam mengurangi volume kemacetan.
Penyerobotan jalur busway dengan masuknya kendaraan pribadi ke dalam jalur
koridor busway sudah sering terjadi. Didalam aturannya kendaraan pribadi tidak
diperbolehkan untuk masuk ke jalur busway. Jalur busway di buat agar arus lalu
lintas busway steril dari kendaraan pribadi dan busway terhindar dari
kemacetan. Sehingga muncul harapan dengan menggunakan busway masyarakat dapat
melakukan perjalanan dengan lebih cepat, aman, nyaman, dan murah. Dengan
demikian, semakin banyaknya pengguna kendaraan pribadi berlalih ke Busway, maka
akan mengurangi jumlah kemacetan di DKI Jakarta. Namun apa yang terjadi justru
malah sebaliknya. Bus Transjakarta atau busway hampir setiap
harinya justru terjebak didalam kemacetan. Jalur yang seharusnya steril dari
kendaraan pribadi justru banyak diserobot oleh kendaraan pribandi. Sehingga keberadaan
busway disejumlah koridor belum dapat menjawab permasalahan kemacetan.
Agar implementasi kebijakan transportasi publik busway berjalan
dengan baik, setiap pengguna kendaraan pribadi yang memasuki jalur busway akan
dikenakan sangsi tilang atau denda. Namun denda yang diterapkan masih terlalu
kecil. Sehingga belum menimbulkan efek jera bagi para pengguna kendaraan
pribadi. Didalam variabel ini, implementasi kebijakan transportasi busway belum
sepenuhnya berhasil. Selain masalah jalur busway yang tidak
steril, menumpuknya penumpang disejumlah halte busway juga
menjadi perhatian. Penumpang Bus Transjakarta belum sepenuhnya merasakan
kenyamanan dalam menggunakan transportasi busway. Selain itu
kondisi bus yang sudah mulai tua dan rusak. Serta jumlah armada busway yang
belum mengimbangi jumlah penumpang busway. Masih banyak pekerjaan
rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Keberhasilan dari implementasi kebijakan transportasi
publik Bus Transjakarta antara lain, adanya ketepatan waktu jarak
kedatangan busway dengan busway lainna di
halte (headway), stereilnya jalur busway dari kendaraan pribadi, dan
kapasitas bus yang memadai. Namun pada kenyataannya ketiga hal tersebut belum
100 persen terealisasi.
2.2 Sumber Daya
Berbicara sumber daya tidak akan terlepas dari seberapa
besar dukungan finansial dan sumber daya yang dimiliki. Dalam melakukan
implementasi kebijakan publik tentunya harus didukung oleh sumber daya yang
memadai. Implementasi kebijakanbusway di Jakarta tentunya harus
didukung sumber daya yang cukup. Sumber daya finansial merupakan sumber daya
utama yang perlu dipersiapkan, mengingat pembangunan insfrasrutur busway dan
pengadaan bus membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Untuk pembangunan Koridor Busway XIII (Cileduk-Blok M)
dibutuhkan dana sebesar Rp 1,4 triliun yang berasal dari APBD DKI Jakarta tahun
2013. Pembangunan koridor busway XII ini masih dalam tahap perencanaan dan
diharapkan selesai pada tahun 2015. Dengan adanya jalur koridor busway XIII
diharapkan masyarakat dapat beralih ke moda transportasi Bus Transjakarta.
Bus Transjakarta dikelola oleh dikelola oleh Badan
Layanan Umum Transjakarta (BLUJT). Lembaga ini dibentuk pada tahun 2003
berdasarkan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 110/2003 tentang Pembentukan
BP Transjakarta. Pada tahun 2006 namanya kemudian diganti menjadi Badan Layanan
Umum Transjakarta berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 48 Tahun 2006. BLUTJ
bernaung di bawah Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta.
Pengoperasian bus Transjakarta didukung oleh sembilan
operator bus Transjakarta yang beroperasi disejumlah koridor. Sembilan operator
yang mengoperasikan bus Transjakarta yaitu : PT. Jakarta Express Trans (JET),
PT. Trans Batavia (TB), PT. Jakarta Trans Metropolitan (JTM), PT. Primajasa Perdayana
Utama (PP), PT. Jakarta Mega Trans (JMT), PT. Eka Sari Lorena (LRN), PT.
Bianglala Metropolitan (BMP), PT. Trans Mayapada Busway (TMB), dan Perum Damri
(DMR).
Untuk menunjang moda trasnportasi massal bus
Transjakarta, Badan Layanan Umum Transjakarta (BLUJT) didukung oleh 6000
karyawan yang terdiri dari pramudi, petugas pengamanan, petugas tiket dan
petugas kebersihan. Bus Transjakarta Busway juga memiliki 215 halte dan 669
unit bus yang tersebar di 12 koridor busway. Bus Transjakarta juga
didukung oleh feeder busway. Feeder Busway adalah sistem angkutan
penumpang umum yang terintegrasi dengan koridor busway. Guna mengakomodir
transportasi masyarakat yang beraktifitas di kawasan sentra bisnis namun belum
terhubung dengan jalur busway, maka dioperasikan bus pengumpan (feeder bus)
pada tanggal 28 September 2011.
Bila dilihat dari sudut pandang bisnis, pada bulan maret
2013 bus Transjakarta Busway telah memperoleh pendapatan sekitar Rp. 30, 5
Miliar. Jumlah tersebut meningkat sekitar 40 % atau naik Rp 4,5 Miliar dari
bulan februari 2013 yang berjumlah Rp. 26,5 Miliar. Ini artinya secara bisnis
jumlah pendapatan bus Transjakarta mengalami peningkatan yang signifikan.
Secara bisnis pelayanan bus Transjakarta dapat dinilai cukup berhasil.
Bila diliat dari jumlah penumpang antara januari 2013
hingga april 2013 juga mengalami peningkatan sekitar 80 %. Walaupun pada tahun
2012 jumlah penumpangbusway mengalami pasang surut. Pada bulan
desember 2012 saja mengalami penurunan 30 %. Sedangkan di bulan agustus 2012 mengalami
penurunan jumlah penumpang yang hampir mencapai 70%. Ini artinya pada tahun
2013, jumlah penumpang bus TransjakartaBusway mengalami
peningkatan. Walaupun kemacetan masih sering terjadi di wilayah DKI Jakarta.
Untuk mendukung kelacaran operasional bus Transjakarta Busway ,
BLUTJ selaku pengelola masih membutuhkan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas
(SPBBG) tambahan untuk memenuhi bus Trasnjakarta yang menggunakan bahan bakar
gas. Saat ini jumlah SPBBG sebanyak 16 SPBBG yang tersebar diwilayah Jakarta. Namun
lokasi SPBBG belum dapat dijangkau oleh busway karena lokasi yang jauh dari
koridor yang dilalui. Sehingga membuat headway di sejumlah koridor menjadi
lama. Selama ini SPBBG yang ada digunakan untuk memenuhi bahan bakar gas bajaj
dan bus Transjakarta Busway. Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar gas busway,
maka diperlukan penambahan jumlah SPBBG setiap koridor busway.
2.3 Karakteristik Agen Pelaksana
Keberhasilan sebuah kebijakan juga dilihat dari
karakteristik agen pelaksana. Karakteristik agen pelaksana sangat mempengaruhi
sebuah kebijakan. Jika kondisi agen pelaksana baik maka sebuah kebijakan yang
telah ditetapkan akan berjalan dengan baik. Jika kondisi agen pelaksana tidak
baik, maka kebijakan yang dibuat tidak akan berjalan dengan baik dan tidak
berjalan secara optimal.
Kinerja implementasi kebijakan publik sangat dipengaruhi
oleh para agen pelaksananya. Dalam hal ini agen pelaksana kebijakan publik
meliputi Gubernur DKI Jakarta selaku pembuat kebijakan dengan dibantu satuan
tugas (Satgas) khusus selaku pelaksana implementasi kebijakan dilapangan.
Satgas tersebut meliputi gabungan Kepolisian, Dishub DKI Jakarta, Garnisun,
Propam Jakarta, Satpol PP, dan BLU Transjakarta. Tugas dari satgas tersebut
meliputi pengamanan halte busway, mensterilkan jalur busway,
penegakkan hukum, Dalam satgas ini Dishub DKI dan Kepolisian bertugas
menertibkan kendaraan yang melintas di jalur busway dan melakukan pengaturan,
penindakan pelanggaran lalu lintas, Garnisun bertugas menertibkan kendaraan TNI
yang melintas di lajur busway sedangkan Propam menertibkan kendaraan
Kepolisian, Satpol PP bertugas menertibkan pedagang kaki lima yang menganggu
jalur busway, JPO, dan halte, sedangkan BLU Transjakarta membantu dalam
pengaturan lalu lintas di jalur bus Transjakarta.
Dengan adanya satgas ini, diharapkan dapat merubah
perilaku para pengguna kendaraan pribadi untuk tidak masuk ke jalur busway.
Serta meningkatkan keamanan dan kenyamanan penumpang dalam menggunakan
transportasi busway. Ketegasan satgas dalam menindak setiap pelanggaran di
jalur busway sangat diperlukan. Dengan adanya satgas khusus ini, layanan bus
Transjakarta menjadi lebih baik, dapat mengurangi kecelakaan di jalur busway.
Selain itu waktu tempuh kedatangan bus lebih cepat sehingga penumpang tidak
menunggu lama di halte busway. Penindakan kendaraan dilakukan kepada semua
pengemudi kendaraan yang masuk jalur busway mengacu pada Perda No.8 Tahun 2007
yang berisi kendaraan bermotor roda dua atau lebih dilarang masuk jalur
busway dan sanksi yang akan dikenakan sesuai ketentuan yang berlaku.
2.4 Sikap Kecenderungan Pelaksana
Keberhasilan sebuah implementasi kebijakan tidak terlepas
dari peran dan sikap pelaksana. Impelementasi kebijakan publik akan berjalan
efektif apabila didalam pelaksanaannya pihak-pihak yang terkait dapat memahami
tugas yang akan dilakukan. Selain itu pihak yang terlibat didalam sebuah
implementasi kebijakan publik merupakan pihak-pihak yang memiliki kopetensi di
bidangnya.
Dalam hal ini pihak-pihak yang terkait didalam
menjalankan implementasi kebijakan transportasi publik Transjakarta tergabung
dalam satuan gabungan (Satgas) khusus meliputi, Kepolisian, Dishub DKI Jakarta,
Garnisun, Propam Jakarta, Satpol PP, dan BLU Transjakarta. Menurut kepala Dinas
Perhubungan DKI Udar Pristono ada 486 petugas satgas khusus untuk melakukan
strerilisasi jalur busway, pengamanan halte busway, dan penertiban parkir liar.
Petugas satgas tersebut terdiri dari Kepolisian, Dishub DKI Jakarta, Garnisun,
Propam Jakarta dan Satpol PP. Sementara pengoperasian busway dilakukan oleh
Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta.
Dengan dibentuknya satgas khusus busway,
rupanya belum dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Beberapa
jalur busway belum strelir dari kendaraan pribadi. Dampak dari
tidak strelirnya jalur busway dari kendaraan pribadi
menimbulkan tabrakan antara bus Transjakarta dengan kendaraan pribadi. Seperti
yang terjadi di koridor IV jalan Mamapang Prapatan, Jakarta Selatan, dimana bus
Transjakarta menabrak pengguna sepeda motor yang menyebabkan pengguna motor
tewas. (merdeka.com 2/6/13) Tabrakan bus Transjakarta dengan sepeda motor
merupakan gambaran bahwa jalur busway belum steril dari
kendaraan pribadi. Selain belum sterilnya jalur busway dari kendaraan pribadi,
jalur busway belum steril dari para pejalan kaki yang
menyebrang di jalur busway. Hal ini seperti yang terjadi di
persimpangan Bukit Duri, Jatinegara Barat, dimana seorang kakek yang akan
menyebrang di tabrak oleh bus Transjakarta yang menyebabkan korban meninggal
dunia. Bahkan semua kasus tabrakan bus Transjakarta dilimpahkan ke
kejaksaan. Dengan banyaknya kasus tabrakan yang melibatkan bus Transjakarta,
kinerja sopir bus Transjakarta harus di evalusi dan dikontrol. (http://www.suarapembaruan.com/,
9/11/11).
Selain itu kualitas pelayanan bus Transjakarta buruk dan
banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), bahwa masih banyak masyarakat Jakarta yang
kurang puas terhadap pelayanan bus Transjakarta. Berdasarkan dari hasil jajak
pendapat yang dilakukan oleh YLKI pada tahun 2011, dari total 3000 responden,
50 % persen mengeluhkan keterlambatan buswayhingga lokasi tujuan.
Kemudian 1,24% responden mengeluhkan masalah keamanan didalam bus Transjakarta,
seperti pelecehan. Sementara pada tahun 2011, Badan Layanan Umum Trasnjakarta
mencatat ada delapan kasus pelecehan didalam bus Transjakarta. YLKI juga
mencatat, sebanyak 45 % responden mengaku percaya bahwa pelaporan ke
layanan call center akan ditindak lanjuti. Hal ini dapat
menjadi bahan kajian untuk melakukan kajian evaluasi kinerja BLU Transjakarta
selaku pengelola. Perlu adanya pembenahan didalam manajemen Badan Layanan Umum
Transjakarta.
Permasalahan kualitas pelayanan bus Transjakarta juga
menjadi perhatian Gubernur DKI Jakarta Jokowi. Gubernur DKI Jakarta Jokowi
merespon dengan mengganti kepala Badan Layanan Umum Transjakarta M.Akbar.
Pergantian ketua BLU Transjakarta dikarenakan banyaknya keluhan masayarakat
terhadap kualitas pelayanan bus Transjakarta yang buruk.
Dengan melihat dari kasus tersebut, kinerja karakteristik
para pelaksana implementasi kebijakan yang melibatkan petugas satgas khusus bus
Transjakarta, belum bekerja secara optimal. Kinerja satgas busway
harus ditingkatkan dan diperbaiki. Apa yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta
dengan mengganti kepala BLU Transjakrta merupakan salah satu cara untuk
memperbaiki kualitas pelayanan busway. Diharapkan dengan adanya
kepala BLU Transjakarta yang baru, kualitas pelayanan bus TransjakartaBusway untuk
kedepannya lebih baik lagi. Dengan meningkatnya kualitas pelayanan bus
Transjakarta, maka akan semakin banyak masyarakat yang beralih ke moda
transportasi bus Transjakarta Busway. Sehingga jumlah volume
kendaraan pribadi akan berkurang dan kemacetan pun berkurang.
2.5 Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana
Dalam melaksanakan sebuah implementasi kebijakan publik
perlua adanya komunikasi antar pihak pelaksana implementasi. Satuan Gabugan
Khusus merupakan perangkat pelaksana implementasi kebijakan transportasi publik
bus Transjakarta busway. Satuan Gabungan Khusus atau Satgas
merupakan gabungan dari Kepolisian, Dishub DKI Jakarta, Garnisun, Propam
Jakarta, Satpol PP, dan BLU Transjakarta.
Untuk memperlancar implementasi kebijakan transportasi
publik bus Transjakarta perlu adanya koordinasi diantara para anggota satgas.
Komunikasi yang tidak baik didalam koordinasi diantara satgas menyebabkan
terhambatnya pencapaian tujuan kebijakan tersebut. Jalinan komunikasi harus dilaksanakan
secara efektif agar pesan yang disampaikan dapat diterima dan dipahami.
Didalam menjalankan komunikasi antar organisasi, terdapat
pembagian tugas. Untuk melakukan strerilisasi jalur busway, pengamanan halte
busway, dan penertiban parkir liar, dilakukan oleh Kepolisian, Dishub DKI
Jakarta, Garnisun, Propam Jakarta dan Satpol PP. Sementara untuk pengoperasian
busway dilakukan oleh Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta.
2.6 Lingkungan Ekonomi Sosial dan Politik
Ada beberapa kendala yang dihadapi oleh implementor dalam
mengimplementasikan sebuah kebijakan publik. Hambatan-hambatan tersebut
diantaranya kondisi yang berlangsung didalam suatu negara atau daerah seperti
secara gejolak ekonomi sosial dan politik. Kondisi tersebut berpengaruh
terhadap palaksanaan sebuah kebijakan.
Masalah yang mempengaruhi implementasi kebijakan
transportasi publik bus Transjakarta adalah lingkungan ekonomi. Dari sudut
pandang ekonomi, implementasi kebijakan bus Transjakarta busway yang
dijalankan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah cukup bagus. Harga tiket
busway sudah terjangkau oleh masyarakat pengguna bus Transjakarta. Disaat harga
BBM naik per tanggal 22 Juni 2013, harga tiket busway tidak
naik tetap berada di harga Rp. 3.500,00. Selain itu, pelayanan Bus Transjakarta
juga sudah dilengkapi dengan Sistem E Tiketing Transjakarta Busway.
Penerapan sistem pembayaran baru yaitu Electronic Tiketing Transjakarta
Busway berbasis E-Money atau uang Electronic
Multi Issuer telah diterapkan di koridor 1 (Blok M-Kota) yang diresmikan
oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta pada 22 Januari 2013 lalu. Penambahan
sistem e-tiketing ini juga telah digunakan di koridor 3
(Kalideres-Harmoni) yang mulai berjalan pada April 2013.
Tujuan penerapan sistem ini bagi penumpang adalah lebih
cepat dan praktis dalam bertransaksi, bagi manajemen Transjakarta lebih aman,
transparan dan akuntabel dan bagi Pemerintah adalah untuk lebih cepatnya
terbentuk Cashless Society. (http://www.transjakarta.co.id/news.php?id=338)
Gambar 1.1 Kartu
Electronic Tiketing Transjakarta Busway
Sumber :
http://infojkt.com/maret-2013-tiket-bus-transjakarta-gunakan-sistem-elektronik/e-money-bus-transjakarta/
Sistem Electronic Tiketing Transjakarta Busway berbasis E-Money merupakan
kerjasama dengan 5 (lima) bank yaitu Bank BNI, Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BCA
dan Bank DKI. Pembangunan infrastruktur sistem e-tiketing Transjakarta Busway
dilakukan oleh PT. Gamatechno Indonesia yang juga bertanggung jawab dalam
pemeliharaan sistem. Cukup dengan menggunakan salah satu kartu dari lima bank
diatas, penumpang dapat melakukan transaksi beli tiket Transjakarta menjadi
lebih cepat dan praktis karena tidak lagi direpotkan dengan uang kembali/uang
receh. Lokasi untuk membeli dan isi ulang kartu pra bayar ini dapat dilakukan
di halte-halte Transjakarta, merchant-merchat yang ditunjuk oleh lima bank
tersebut serta di kantor cabang masing-masing bank. Untuk dapat digunakan,
kartu pra bayar ini harus diisi terlebih dahulu (maksimal Rp. 1.000.000) dan
dapat diisi ulang (top up). Cara menggunakan kartu ini sangat mudah, yaitu
dengan menempelkan kartu pra bayar pada reader kartu yang telah ada kemudian
pembayaran akan langsung diproses secara otomatis dan saldo akan berkurang sejumlah
nilai transaksi yang telah dilakukan.
Pemerintah DKI Jakarta menginginkan agar transaksi
pengguna Bus Transjakarta dapat beralih ke tiket elektronik. Keuntungan
menggunakan tiket elektronik ini adalah lebih efisien dan aman. Penumpang tidak
perlu khawatir jika sampai terjaid uang kembaliannya kurang. Jadi penumpang Bus
Transjakarta atau Busway tidak perlu lagi membawa uang tunai ketika akan
menggunkan jasa transportasi Busway. Cukup gunakan kartu Electronic
Tiketing Transjakarta Busway atau Jakcard yang ditempelkan pada mesin
reader yang ada di pintu masuk halte Transjakarta. Ketika ditempelkan lampu
hijau akan menyala dan bunyi “beep” pada pintu masuk. Penumpang bisa langsung
memasuki ruang tunggu bus dan tidak perlu lagi mengantri di loket untuk membeli
tiket.
Untuk lingkungan sosial, penerapan moda transportasi publik model Bus Rapid
Transit (BRT) seperti busway, dinilai sangat tepat. Mengingat
jumlah perpindahan mobilisasi masyarakat di Jakarta cukup tinggi. Untuk itu
moda transporatsi masal sepertibusway sangat diperlukan.
Dalam kurun waktu lima tahun, yakni periode 2004 – 2009,
jumlah penumpang Bus Transjakarta dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Penambahan jumlah koridor Busway juga menjadi pendorong
meningkatnya jumlah penumpang Busway. Hal ini juga kita dapat melihat pada
grafik 1.1 dibawah ini :
Garfik 1.1 Jumlah
Penumpang Busway
Data penumpang tersebut merupakan hasil dari penelitian
Institute Transportation and Developement Policy (ITDP) Indonesia. Hal ini
menandakan adanya perpindahan pengguna kendaraan pribadi ke transportasi Busway
yang mencapai 14 persen. Bus Trnasjakarta atau Busway merupakan sarana
transportasi yang paling tinggi frekuensinya dalam memindahkan pengguna mobil
pribadi ke moda transportasi Bus Rappit Transit (BRT) seperti Bus Transjakarta.
Pada tahun 2011 jumlah penumpang Busway pada tahun 2011
per harinya mencapai 229.173 penumpang per hari. (http://news.okezone.com/) dan
tahun 2013 ini sudah mencapai 350.000 penumpang per hari. Ini artinya semakin
banyak masyarakat yang mulai berlalih dari kendaraan pribadi ke Bus
Transjakarta. Namun kualitas pelayanan Bus Transjakarta beberapa tahun terakhir
mengalami penurunan. Banyak faktor yang menyebabkan pelayanan Busway tidak
maksimal, diantaranya disebabkan oleh, jalur Busway yang tidak steril dari
kendaraan pribadi, menumpuknya penumpang di dalam halte, jarak waktu tempuh
yang lama, Busway yang terbakar, dan tidak sebandingnya kapasitas Busway dengan
jumlah penumpang.
Bus Rapid Transit (BRT) atau yang lebih dikenal dengan
transjakarta sudah dijalankan selama tujuh tahun di Jakarta. Ternyata hingga
saat ini BRT belum menghasilkan manfaat yang maksimal bagi masyarakat. Meski
jumlah penumpangnya saat ini sudah mencapai 350.000 per hari yang dilayani
dengan 524 buah bus. Jumlah yang seharusnya dapat diangkut oleh 1 buah bus
dalam satu hari hanya mengangkat 667 penumpang/bus/hari, seharusnya jumlah
penumpang bisa jauh lebih banyak lagi, seperti di Curritiba bisa mengangkut
sampai 1450 penumpang/bus/hari.
Dibidang politik, pemerintah berperan sebagai pembuat
aturan harus bisa mengambil sebuah keputusan didalam mengeluarkan sebuah
kebijakan kepada masyarakat. Didalam pengambilan keputusan, sebaiknya
pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan kajian terhadap dampak yang
dihasilkan dari kebijakan tersebut. Sebuah kebijakan publik tentunya
menimbulkan dampa negatif dan positif. Untuk dampak negatif pemprov DKI harus
dapat menimialisir.
Badan Layanan Umum Trasnjakarta merupakan pelaksana
langsung pengoperasian bus Transjakarta busway. Badan Layanan Umum
Transjakarta berada dibawah koordinasi Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta.
Selama ini manajemen bus Transjakarta selalu menjadi
sorotan pengguna bus Transjakarta. Manajemen bus Transjakarta dinilai buruk
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Belum tertatanya manajemen BLU
Transjakarta membuat Gubernur DKI Jakarta Jokowi mencopot kepala unit BLU
Jakarta Muhammad Akbar dicopot dari jabatannya. Diharapkan dengan digantinya
kepala unit BLU Transjakarta pelayanan busway dapat meningkat menjadi lebih
baik.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pembahsan di atas, maka dapat
diambil kesimpulan, bahwa implementasi kebijakan trasnportasi publik bus
tarnsjakarta busway masih terdapat kekurangan dan harus diperbaiki. Kekurangan
tersebut antara lain belum maksimalnya petugas gabungan khusus busway dalam
menindak kendaraan umum yang menilatsi di jalur busway. Kualitas
pelayanan busway masih dikeluhkan oleh pengguna transportasibusway. Namun
dari sisi ekonomi transportasi busway sudah dapat dinikmati
oleh masyarakat Jakarta. Implementasi kebijakan publik harus dijalankan oleh
pihak yang berkopetensi di bidakngnya, dengan melibatkan para ahli diluar
organisasi BLU Transjakarta.
3.2 Saran
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya terus
melakukan monitoring terhadap kinerja perangkat bus Transjakarta agar pelayanan
tetap prima. Sumber daya bahan bakar gas (BBG) untuk bahan bakar busway juga
harus ditingktakan dengan menyediakan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBBG)
di setiap koridor busway.
Daftar Pustaka
1.
Mazmanian,
Daniel A dan Sabatier, Paul A. 1983. Implementation and Public
Policy. London: Scott, Foresman and Company
2.
Meter, Donald
S. Van dan Horn, Carl E. Van.1975.The Policy Implementation Process. Chicago:
Sage Publication
3.
Nugroho, Riant
D. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
4.
Rusli, Budiman.
2013. Kebijakan Publik Membangun Pelayanan Publik yang Responsif. Bandung:
Hakim Publishing.
12. http://news.detik.com/read/2010/06/30/191500/1390526/10/dishub-bentuk-satgas-pengamanan-halte-busway
15. http://www.tempo.co/read/news/2012/10/27/064438018/YLKI-Banyak-yang-Tak-Puas-Pelayanan-Transjakarta
16. http://www.merdeka.com/jakarta/jokowi-copot-kepala-blu-transjakarta-karena-buruknya-pelayanan.html
0 comments:
Post a Comment