Saturday, April 29, 2017

Reklamasi Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan

Rencana penambangan pasir laut Galesong, Kabupaten Takalar, akhirnya ditanggapi serius DPRD Sulsel.
Keseriusan itu dibuktikan dengan digelarnya Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komis D DPRD Sulsel bersama Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) Sulsel, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, Cipta Karya dan Tata Ruang Sulsel, Kordinator Pembangunan Kawasan CPI, Dinas ESDM Sulsel, Forum Informasi Komunikasi Kelompok Swadaya Masyarakat (FIK KSM) dan Forum Masyarakat Pesisir dan Nelayan Galesong Raya (Formasi Negara), di Ruang Komisi D, Kamis (20/4/17).
Direktur FIK KSM, Nurlinda Taco mengatakan, pihaknya mewakili masyarakat Galesong, dengan tegas menolak proses penambangan pasir di Galesong dan Sanrobone. Bahkan, pihaknya telah bersurat ke Dinas
PLH Sulsel, Dinas PMPTSP)Sulsel. Namun, surat penolakan tersebut tidak ditanggapi. Buktinya, proses penambangan pasir di Galesong dan Sanrobone tetap dilakukan oleh lima pihak penambang.
“Melalui Rapat Dengar Pendapat ini, kami warga Galesong menolak keras penambangan pasir tersebut,” tegasnya.
Kordinator Pembangunan Kawasan CPI, Ir. Suprapto Budi Santoso dengan tegas menyampaikan hingga saat ini belum ada satupun perusahaan yang kontrak kerjasama dengan CPI terkait penambangan Galesong. “Penimbunan yang akan kita ambil hanya di Sanrobone dan izinnya sudah lengkap,” ungkapnya.
"Kami sudah komunikasi dengan pihak investor dan disepakati bandara bakal dibangun di atas laut di Desa Ujung Baji," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol Pemerintah Kabupaten Takalar Sirajuddin, Jumat, 13 Maret 2015.
Dia menuturkan reklamasi laut untuk lahan bandara ini sama seperti pembangunan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Dalam melakukan reklamasi, pemerintah menggandeng investor asing melalui PT Bumi Serpong Damai.
Sirajuddin menyebut proses reklamasi bakal dilakukan dalam waktu dekat ini. "Selain bandara, kami juga berencana membangun perumahan di kawasan itu," ucapnya.
Sejumlah syarat yang kini tengah disiapkan, ucap Nirwan, di antaranya hasil survei topografi dan penyelidikan tanah. Hal itu dibutuhkan untuk studi kelayakan dan studi rencana induk pembangunan bandara yang nantinya dilakukan.
Bupati Takalar Burhanuddin Baharuddin menuturkan pembangunan bandara ini bakal membutuhkan waktu lima-sepuluh tahun. Menurut dia, pihaknya berharap pembangunan bandara berskala internasional ini mampu mendongkrak pendapatan masyarakat sekitar. "Jika izin prinsip sudah keluar, pengerjaan lahan bandara ini akan kami mulai. Kami target bandara ini sudah bisa rampung sekitar lima-sepuluh tahun ke depan," katanya.
Pengurus FIK KSM, Akhmad kudri menambahkan, penambangan pasir tersebut terkesan dipaksakan. Ironinya tokoh dan masyarakat Galesong tidak mengetahui akan ada penambangan. “Untuk itu, kami meminta DPRD Sulsel untuk merekomendasikan penghentian proses perizinan yang sementara masih berjalan, bahkan sebaiknya izin tersebut dicabut,” tandasnya.
Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, Cipta Karya dan Tata Ruang Sulsel, Ayu menjelaskan, penambangan pasir yang dilakukan di Galesong, Galesong Utara, Galesong Selatan untuk kegiatan reklamasi kawasan CPI di pantai losari. “Ini sudah sesuai aturan,” akunya.
Kepala Dinas PLH Sulsel, Andi Hasbi Nur menambahkan rancangan Amdalnya sudah selesai dan perizinan beberapa perusahaan telah masuk tahapan. Dan dalam waktu dekat akan dilakukan penambangan.
Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Sulsel, Darmawansyah Muin menuturkan, setelah mendengar pendapat dari Instansi dan pihak terkait beserta FIK KSM, Formasi Negara. Komisi D menyampaikan dengan tegas Perda tentang Rencana Zonasi Wilayah (RZWP3K) masih dalam pembahasan Ranperda di DPRD Sulsel, sehingga proses perizinan penambangan Galesong akan dihentikan sementara (hold/tahan), serta peninjauan kembali perizinan di Sanrobone.
“Proses perizinan tambang pasir Galesong harus di hold/tahan hingga persoalan izin ini sesuai ketentuan yang berlaku,” 
Pemerintah Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan, bakal mereklamasi sekitar 3.500 hektare laut di wilayah perairan yang terletak di Desa Ujung Baji, Kecamatan Sanrobone, Takalar. Hal itu dilakukan dalam rangka persiapan pembangunan bandara berskala internasional di Kabupaten Takalar.
Sekretaris Kabupaten Takalar Nirwan Nasrullah mengatakan pihaknya mulai melengkapi syarat administrasi pengajuan izin prinsip ke Kementerian Perhubungan. Termasuk izin peruntukan lahan (IPL) di lokasi pembangunan bandara tersebut. "Kami juga sudah melakukan ekspose dengan pihak investor," ujarnya.
Proyek reklamasi di kawasan CPI di beranda Kota Makassar akan dikerjakan oleh PT Yasmin bersama PT Ciputra yang tekenal itu. Luas laut yang akan ditimbun 151 hektare. Hasil penimbunan akan dibagi dua dengan pihak swasta dan Pemprov Sulsel. Swasta akan mendapatkan luas lahan 101 hektare dan Pemprov peroleh 50 hektare.
Ada dua yang menjadi muara reklamasi ini, berdiri Wisma Negara dan Masjid Raya Sulsel, dua ikon ini akan menjadi domain Pemprov sedang sisanya di 101 hektar akan melahirkan skenario bisnis tentu saja.
Siapa mau buang duit ke laut tanpa siasat fulus di baliknya? Menjual ruang-ruang perkantoran, kamar istirahat, ruang rekreasi dan kita, warga, rakyat, pengunjung harus mengorek isi dompet dan segala macam transaksi ‘sebagai si empunya dan si pedagang’. Maka lahirlah ambisi mengeruk pasir di dasar laut Galesong Raya dan memindahkannya demi hasrat modernitas di utara ini.  Terbetik kabar rencana pertambangan pasir seluas 1.000 hektar. Ini plot satu perusahaan, masih ada 4 yang lain.
Kebutuhan timbunan berjutakubik tanah dan pasir nampaknya tak bisa diharap dari Gowa belaka, dasar laut Takalar pun jadi incaran.
***
Sore, 3 April 2017, mendung menggelayut di atas Kampung Bayowa, Desa Galesong Kota, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar. Tiga orang anak menghadang angin barat yang berhembus dan melepas layang-layang. Mereka bermain di atas tanggul yang usianya tidak kurang lima tahun. Di belakangnya, gelombang laut bulan Maret memukul tanggul bertalu-talu. Di utara, beberapa warga bermain kartu.
Sekitar 10 meter dari tempat duduk mereka, bagian tanggul sepanjang 5 meter telah ambruk. Air laut tumpah hingga ke bagian dalam. Di pantai belakang rumah Daeng Tayang, tempat bermain saya di ujung tahun 70an, terlihat tanggul telah memisahkan laut dan daratan. Teringat hamparan pasir sekira 20 meter ke barat yang kini tertutup air laut.
Penggerusan yang hebat sejak tahun 70an telah mengambil sebagian besar paras pantai Bayowa, salah satu solusinya adalah dengan membangun tanggul meski ini harus menguras isi laci Pemerintah Takalar dan Pemerintah Provinsi.
Di pantai Bayowa, kini hanya ada tanggul dan batu-batu yang diikat kawat baja. Di situlah tempat kami nun lampau bermain pasir, tiada lagi. Yang pernah tinggal dan bermain di sini pasti bisa merasakan perbedaan di pantai Bayowa ini. Apa yang hilang dan bagaimana waktu mengubahnya. Apatah lagi jika hasrat mengambil pasir itu untuk membangun wilayah lain dan mengabaikan dampak yang dahsyat pada aspek sosial, ekonomi dan lingkungan di sekitar tambang.
Begitulah, nurani kemudian bicara ketika terbetik rencana pertambangan di laut Galesong itu. Ini sungguh mengkhawatirkan.
Bukan hanya saya tetapi juga bagi Zain Daeng Tompo, warga Kampung Bayowa yang sore itu saya temui sedang duduk santai di teras rumahnya.
Ih tenantu nacoco’,” katanya saat ditemui pada sore itu. Menurutnya itu tidak cocok. Alasannya, selama ini gelombang telah semakin kencang melanda pantai Bayowa. Meski ada tanggul yang telah dibangun namun ini tidak menyelesaikan persoalan. Apalagi telah ada bagian yang roboh seperti di belakang rumahnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Hamzah Daeng Ruppa, (30 th). Nelayan pancing (papekang) yang kerap beroperasi di sekitar Kepulauan Tanakeke, Sanrobengi hingga perairan Pulau Dayang-Dayangang ini mengaku pertambangan pasir pasti akan berdampak ke pantai Galesong terutama di Pantai Bayowa, hempasan gelombang akan semakin kuat ke pantai.
“Sekarang, perahu-perahu orang Bayowa dan Lanna’ dibawa ke muara sungai, sebagian harus diangkat ke atas batu,” katanya. Hamzah adalah nelayan yang acap beroperasi di sekitar pulau Dayang-Dayangang hingga perairan Kodingareng Lompo.
Hasyim Daeng Tasa’, pemancing lainnya mengaku bahwa saat ini khusus Bayowa dan Lanna’, ada seratusan nelayan yang beroperasi di sekitar laut Galesong hingga Takalar dan Makassar. “Mereka yang pakai perahu kecil, fiber, pemancing juku eja atau katamba,” katanya.
Nelayan-nelayan tersebut selama ini menyimpan perahu di sungai kecil yang membelah kota Galesong. Selebihnya harus diangkat dan disandarkan di tanggul dan halaman belakang rumah. Rumah-rumah di Bayowa, sebagian besar membelakangi laut.
“Penambangan pasir akan berdampak ke gelombang, pastimi,” kata Tasa’ yang lulusan SMP ini. Sebagai pemancing, Tasa’ hafal nama-nama taka’ atau rataan terumbu yang menjadi lokasi pancingnya.
“Ada Bone Mallonjo’, ada Batu Ambawa, Batu Le’leng hingga Taka Luara Kodingareng,” sebutnya. Sebagian lahan-lahan ini nampaknya akan menjadi sasaran pengerukan pasir. Seperti Hamzah, Tasa’ juga memilih beroperasi antara laut Galesong dan Pulau Dayang-Dayangang. Menurut Tasa’ selain daerah ini, nelayan-nelayan Galesong sering pula ke perairan sekitar Pulau Lanjukang dan Langkai.
Menurut Daeng Tasya’, gangguan di laut bagi nelayan Galesong bukan semata gelombang yang semakin besar tetapi parere’ atau minitrawl yang beroperasi antara perairan Makassar ke selatan hingga ke Pulau Sanrobengi. Mereka datang dari utara dan tak peduli dengan himbauan pemerintah untuk tidak menggunakan alat yang merusak ekosistem.  Nelayan Galesong terkenal sebagai pemasang jaring atau lanra’, pemasang rakkang atau perangkap rajungan, terutama di Galesong Selatan.
Sudah dengar kabar rencana penambangan pasir seluas 1.000 hektar di laut Galesong dan Galesong Selatan? Tanyaku ke Tasa’.
Kokkoro’ lampuru’mi antu,” katanya dalam bahasa Makassar, artinya, tergerus habislah itu (pantai).
Saya meninggalkan Kampung Bayowa ketika hujan mulai turun. Membayangkan peristiwa yang akan dihadapi perkampungan ini seperti kampung-kampung pesisir di wilayah lain. Silih berganti, antara menolak pertambangan pasir atau benam dan godaan para pemburu keuntungan karena mereklamasi laut, mengeruk pasir dan mengabaikan derita bagi yang lain, bagi yang terimbas dampak eksplorasi.
Pertambangan pasir pasti akan mengubah tensi dan arah gelombang. Galesong Raya yang meliputi Kecamatan Galesong Utara, Galesong dan Galesong Selatan yang selama ini telah lama dirundung abrasi pantai tentu akan terpapar dampak yang bisa jadi duakali lipat jika tambang pasir itu terjadi.
Terkait ide pertambangan pasir ini, nampaknya orang-orang harus dibuka matanya tentang gelombang yang ganas dan rumah warga yang terancam. Media TribunTakalar melaporkan pada tanggal 27 Desember 2016 lalu bahwa sedikitnya empat rumah di pesisir pantai di Dusun Kanaeng, Desa Bontokanang, Kecamatan Galesong Selatan, Takalar, terancam roboh karena abrasi.
Bukan hanya di Kanaeng, beberapa waktu lalu kawasan perkuburan di pantai Bontosunggu, Galesong Utara, telah dilahap lidah laut. Terjadi abrasi yang hebat sehingga tulang belulang manusia berserakan. Beberapa hatchery juga telah rubuh karena terjangan gelombang.
Masih banyak yang lain seperti yang terjadi di Desa Bontoloe dan sekitarnya. Hal inilah yang memunculkan kekhawatiran bahwa dimensi sosial, ekonomi dan ekologi sekitar Galesong akan terpapar aktivitas pertambangan pasir ini.
***
Isu reklamasi di Kota Makassar yang membutuhkan timbunan superbanyak tersebut sampai pula di telinga akademisi Universitas Hasanuddin. Pakar oseanografi Unhas Dr. Mahatma Lanuru mengatakan bahwa Galesong adalah daerah rawan abrasi karena pantainya tidak dilindungi pulau-pulau kecil, tidak banyak lagi mangrove, dan juga kurang landai. Jika pasir dikeruk, energi gelombang yang tiba di pantai akan semakin besar dan menyebabkan abrasi. Hal itu diungkapkannya saat menjadi pembicara pada diskusi bertajuk Marine Policy Corner, di Warkop Phinisita, Jl Hertasning Makassar, Senin (28/3/2017).
Menurut lulusan S2 dan S3 Kelautan Jerman itu, hal ini tentunya dapat membuat masyarakat di pesisir Galesong harus mengungsi jika abrasi semakin besar. Hal senada juga disampaikan oleh pakar ekologi laut Unhas, Dr Syafyudin Yusuf. Dia mengatakan bahwa kehadiran tambang pasir mengancam keberlangsungan ekosistem laut, penurunan organisme, dan peningkatan kekeruhan air.
“Jika itu terjadi, dampaknya akan sangat besar. Kekeruhan air laut akan menyebabkan degradasi ikan, yang akan menyebabkan hilangnya mata pencaharian nelayan sekitar,” kata dia.
Sumber : https://denun89.wordpress.com/2017/04/04/hasrat-reklamasi-dan-tanggapan-dari-selatan/

Kota Baru

BAB I PENDAHULUAN

A.   Definisi Kota Baru dan Fungsi Kota Baru

a. Definisi Kota Baru
Istilah kota baru sama pengertiannya dengan kawasan perkotaan baru. Lokasinya berada dalam satu daerah kabupaten, tetapi tidak tertutup kemungkinan terletak dalam dua atau lebih kabupaten yang berbatasan. UU 22/1999 memungkinkan kota baru pada suatu saat berubah status menjadi daerah kota, kalau persyaratan pembentukkannya terpenuhi.

Kawasan perkotaan baru (perumahan, kawasan industri atau kawasan fungsional lainnya) yang dibangun di daerah kota tidak termasuk dalam pengertian kota baru, karena dianggap merupakan perluasan kawasan perkotaan dari daerah kota bersangkutan. Perlu ditegaskan, kawasan perumahan baru yang dibangun hanya di daerah kabupaten. Menurut pengertian yang digunakan dalam UU 22/1999 kawasan perumahan tersebut dapat disebut kawasan perkotaan kalau kegiatan utama penghuninya bukan pertanian, berapa pun luas kawasan tersebut.

Menurut Gallion 2 (1994: 242) unsur yang membedakan kota baru adalah bahwa kota itu dirancang lebih dahulu, tidak hanya pemisahan politis dari daerah perkotaan yang sudah mapan.

Kota baru yang sengaja dibangun untuk aktivitas pemerintahan, dirancang sebagai kota mandiri, dengan menyediakan aktivitas (pekerjaan) bagi penduduknya agar kota baru dapat menjadi tempat bermukim para pendatang (Alonso dalam Bourne, 1978: 536)

Menurut Sujarto (1993) bahwa sesuai dengan fungsi dan tujuan kota baru sangat bervariasi dari segi lokasi, jenis, serta pola fisiknya. Namun secara fungsional kota baru dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1.    Kota Penunjang
Kota Penunjang yaitu kota baru yang direncanakan dan dikembangkan dalam kaitan dengan kota yang telah tumbuh dan berkembang. Jenis kota baru demikian membantu memecahkan masalah kota yang sudah ada, misalnya untuk memecahkan masalah keruangan perumahan atau dalam perluasan kota. Kota baru inidapat dikatakan sebagai supporting new town atau kota baru penunjang, karena berperan sebagai penunjang eksistensi kota yang sudah ada serta telah berkembang.
Secara ekonomi dan sosial fungsinya mempunyai ketergantungan pada kota induk. Secara geografis kota baru penunjang dibangun pada wilayah tertentu yang jaraknya berdekatan dengan kota induk. Secara fisik kota baru penunjang terpisah oleh wilayah tak terbangun. Kota-kota baru penunjang ini :
1.    Permukiman skala besar di pinggiran/di luar kota induk (dormitory town) yang disebut kota satelit (satelit town)
2.    Kota kecil di sekitar kota induk yang ditingkatkan dan dikembangkan.

2.  Kota Mandiri
Kota Mandiri yaitu kota yang direncanakan dan dikembangkan tersendiri, meski fungsinya sama dengan kota-kota yang telah tumbuh dan berkembang, tetapi kota-kota ini dikembangkan dengan fungsi khusus berkaitan dengan potensi tertentu. Kota baru demikian dapat dikatakan sebagai independent town atau self sufficient new town atau kota mandiri baru. Secara ekonomi dan sosial dapat memenuhi kebutuhan sendiri paling tidak sebagian besar penduduknya. Secara geografis, kota baru mandiri di wilayah tersendiri yang berjarak cukup jauh dari kota yang sudah ada. Secara fisik, terpisah oleh wilayah bukan permukiman seperti pertanian, hutan, jalur hijau atau wilayah non urban lainnya.
Kota Mandiri Antara Lain ( Gollany, 1976 ) :
·         Kota Pusat Pemerintahan
·         Kota Industri atau Pertambangan
·         Kota Usaha kehutanan
·         Kota Instalasi militer
·         Kota Pusat rekreasi
·         Permukiman Skala Besar
Menurut Gallion (1994: 242) kotapraja baru bukanlah kota baru, tetapi kota-kota itu merupakan kelompok penduduk yang sudah ada, yang ingin mempunyai keinginan mempunyai wewenang pengendalian lebih besar atas urusan-urusan lokal yang telah diberikan oleh pemerintah kabupaten. Pemisahan ibukota Kabupaten dengan Kota yang lama berarti juga memindahkan wewenang ke kota yang direncanakan tersebut.

b. Fungsi Kota Baru
Kota baru dapat dibedakan berdasarkan fungsinya. Dalam hal ini, ada beberapa golongan kota baru, yaitu:
·         Kota baru yang dibangun untuk pusat kekuasaan atau pemerintahan kerajaan baru, negara baru, provinsi baru atau kabupaten baru.
Contohnya, pembangunan kota baru Palangkaraya sebagai ibukota provinsi baru Kalimantan Tengah pada 1950-an;
·         Kota baru yang dibangun dalam rangka pemindahan pusat kekuasaan atau pusat pemerintahan kerajaan, negara, provinsi atau kabupaten.
Contohnya,
-          pembangunan kota baru Pekanbaru dalam rangka pemindahan Ibukota Provinsi Riau dari Tanjung Pinang karena alasan politik untuk mengurangi pengaruh Singapura dan Malaysia (saat itu mata uang yang digunakan di Tanjung Pinang adalah mata uang yang berlaku di Singapura dan harga-harga dinyatakan dalam mata uang tersebut);
-          pembangunan Kota Janto sebagai ibukota baru Kabupaten Aceh Besar yang semula berada di Kotamadya Banda Aceh;
-          pemindahan ibukota Kabupaten Bogor dari Kotamadya Bogor ke Cibinong;
·         Kota baru yang dibangun untuk menunjang kegiatan pemanfaatan sumber daya alam.
Contohnya,
-          pembangunan kota Bontang untuk mendukung industri pengolahan gas alam di Kalimantan Timur
-          pembangunan kota Timika untuk mendukung usaha pertambangan di Irian Jaya (Papua);
·         Kota baru yang dibangun untuk menunjang kegiatan pendidikan tinggi.
Contohnya, Jatinangor yang dibangun di sebelah timur Bandung. Perguruan tinggi di kota baru ini merupakan perluasan atau pindahan dari perguruan tinggi yang sudah ada di Bandung maupun perguruan tinggi baru;
·         Kota baru yang dibangun untuk mengatasi masalah di kota-kota besar dan metropolitan, seperti masalah lalu lintas, perumahan kumuh, pencemaran lingkungan dan pedagang kaki lima. Kota baru golongan ini dibangun di sekitar kota besar atau metropolitan yang menjadi kota induknya.
Di dunia, pembangunan kota baru golongan ini dipelopori Inggris yang membangun kota baru di sekitar kota London awal abad 19. Kota baru golongan ini dibangun untuk menampung kegiatan baru yang sulit ditampung di kota induknya. Juga, kegiatan yang harus dipindah ke luar kota induknya, karena tidak sesuai keadaan yang terus berkembang. Keadaan kota baru diusahakan lebih baik dari kota induknya agar orang tertarik tinggal dan bekerja di kota baru. Keberhasilan pembangunan kota baru di Inggris ditiru di berbagai negara Eropa dan Amerika. Juga ditiru di berbagai negara di belahan bumi lainnya, termasuk Indonesia.

Kota baru ada yang hanya mempunyai satu fungsi utama, seperti kota untuk tempat tinggal, industri dan pendidikan. Fungsi lainnya hanya merupakan penunjang agar fungsi utama berjalan baik. Ada pula kota baru yang mempunyai beberapa fungsi yang sulit dibedakan mana yang utama dan mana penunjang.
·         Contoh kota baru yang ditujukan untuk menyediakan pembangunan industri adalah Lippo Cikarang di sebelah timur Jakarta dekat kota Cikarang lama. Di kota baru tersebut dibangun pula perumahan bagi karyawan indutri di Lippo Cikarang maupun bagi yang bekerja di luar Lippo Cikarang serta berbagai fasilitas pendukung lainnya.
·         Contoh kota baru yang direncanakan multifungsi adalah Bumi Serpong Damai (BSD) yang dibangun di sebelah barat Jakarta mulai 1980-an. Di samping menyediakan perumahan, BSD menyediakan pula tanah untuk pembangunan industri dengan teknologi tinggi dan relatif bersih. Diharapkan pada suatu saat sebagian besar penduduk BSD akan bekerja di BSD dan sebagian lagi akan bekerja di kawasan sekitarnya termasuk di Jakarta dan Tangerang. Semua kebutuhan penduduk BSD direncanakan tersedia di BSD sendiri. Pengembangnya menyebut BSD sebagai kota mandiri. Saat ini BSD lebih merupakan kota tempat tinggal karena kesempatan kerja yang ada lebih bersifat melayani kebutuhan setempat, sedangkan industry belum berkembang.

B.   Isu-Isu Pembangunan Kota Baru

Ada beberapa isu-isu yang berkembang yaitu:
1.    Kota-kota mandiri terutama di sekitar kawasan metropolitan Jakarta atau Jabodetabek dinilai tumbuh secara semrawut dan tidak ada singkronisasi antara satu kawasan dengan kawasan lainnya
2.    Para pengembang swasta dinilai terlalu dominan dalam menguasai lahan dalam jumlah besar di sekitar Jabodetabek. Ada sekitar 60 ribu hektar lahan yang dikuasai lima pengembang besar yang tersebar di Bogor, Tangerang dan Bekasi. Selanjutnya, dominasi penguasaan lahan oleh pengembang swasta ini menjadi awal masalah selanjutnya, seperti dirumuskan di bawah ini,
3.    Penguasaan lahan skala besar oleh pengembang swasta ini menyebabkan pengembang swasta menguasai penuh penggunaan lahan miliknya. Meskipun perlu mendapatkan izin site plan, para pengembang membuat sendiri rencana tata ruang detail di kawasan tersebut.
4.    Pengembang swasta dinilai tidak memenuhi kewajibannya dalam membangun permukiman sesuai ketentuan-ketentuan, seperti contohnya dalam hal hunian berimbang.
5.    Ada kekosongan hukum dalam penguasaan lahan oleh swasta, sehingga pengembang swasta dapat menguasai lahan seluas-luasnya dalam jumlah yang tak terbatas,
6.    Adanya kelemahan pemerintah dalam mengawasi pelaksanaan tata ruang, terutama di tingkat daerah. Pemerintah dinilai kurang tegas dalam menindak penyimpangan penataan ruang.

Berdasarkan permasalahan umum perumahan dalam perkotaan, Djoko Sujarto juga menjelaskan bahwa dari bertambahnya penduduk dan perkembangan aktivitas kegiatannya akan merujuk pada perkembangan masyarakat kota. Perkembangan masyarakat kota inilah yang menyebabkan kebutuhan akan ruang meningkat. Yang kemudian diperlukannya sebuah usaha dan strategi pengembangan kota. Pengembangan kota sendiri meliputi 3 aspek utama, yaitu :
·         Intensifikasi Kota;
Usaha intensifikasi perkotaan dalam hal ini meliputi usaha-usaha untuk meningkatkan kapasitas dan intensitas pelayanan kota.
·         Ekstensifikasi Kota;
Usaha ekstensifikasi dilakukan dengan cara memperluas ruang serta membuka wilayah baru pada wilayah kantong (enclave) atau pinggiran kota yang belum berkembang dan masih kosong.
·         Pengembangan Kota Baru.
Pembangunan kota baru adalah sebuah usaha yang dilakukan dengan cara membangun kota-kota baru baik di dalam wilayah kota itu sendiri sebagai kotabaru atau di luar wilayah kota itu yang tidak terlalu jauh sebagai fungsi kota satelit. Berbagai cara tersebut dapat ditempuh sesuai dengan kebutuhan serta ketersediaan sumberdaya yang memungkinkan.



C.   Sejarah Kota Baru

Perkembangan Kota Baru meliputi beberapa zaman antara lain adalah sebagai berikut :
1.    Kota baru masa silam dan masa pra revolusi industri
Kota baru masa silam terjadi zaman Mesir, Cina, Yunani dan Romawi. Pembangunan kota baru dilandasi oleh kekuasaan dan penguasaan.
2.    Kota baru pada masa revolusi industri terbagi menjadi dua, yaitu :
a.    Kota pekerja, yaitu permukiman berskala besar di sekitar pusat industri.
b.    Kota satelit, yaitu permukiman pekerja pada lokasi baru yang tidak jauh dari pusat industri.
3.    Kota baru pasca revolusi industri : generasi pertama dan kedua
1.    Kota baru pada generasi pertama memiliki fungsi yaitu :
a.    ebagai inovasi untuk memecahkan permukiman di kota yang padat industri : Garden City oleh Ebenezer Howard.
b.    Lingkungan kota yang manusiawi, ramah lingkungan, hidup berkualitas.
2.    Kota baru generasi kedua
a.    Perkembangan metropolitan
b.    Antisipasi kebutuhan permukiman berskala besar
c.    Pengembangan wilayah
d.    Pengembangan usaha
4.  Kota baru : New Urbanism
Konsep New Urbanism adalah suatu konsep yang menggabungkan konsep transportasi modern dengan pola ketetanggaan pada kota tradisional Amerika.


















D.   Perkembangan Kota Baru di Indonesia

Selama tiga dekade sejak 1950, pembangunan kota baru di Indonesia didominasi pembangunan ibukota baru provinsi dan kabupaten. Pemrakarsanya pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten. Saat itu, kegiatan pengembang swasta masih terbatas pada pembangunan perumahan mewah dan menengah di kota besar dan metropolitan. Karena itu, tidak dapat dikatakan sebagai pembangunan kota baru berapa pun besar proyeknya, karena dianggap hanya sebagai perluasan terhadap kawasan perkotaan yang di kota bersangkutan.

Mulai awal 1980-an, banyak pengembang swasta mengambil prakarsa membangun kota baru di kabupaten sekitar kota besar dan metropolitan seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya. Kota baru yang diprakarsai pemerintah pusat adalah Kebayoran Baru dan Pekanbaru. Kebayoran Baru direncanakan Pemerintah Pendudukan Belanda pada 1948. Pembangunannya dilakukan mulai 1949 sampai pertengahan 1950-an. Untuk pembangunannya didirikan Centrale Stichting Wederopkouw (CSW) dan Regional Opkouw Bureau Kebayoran. Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia akhir 1949, pembangunan dilanjutkan Djawatan Pekerdjaan Umum Kota Baru Kebayoran di bawah Kementrian Pekerjaan Umum dan Tenaga. Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kota baru Pekanbaru dimulai Balai Tata Ruangan Pembangunan, Kementrian Pekerjaan Umum dan Tenaga, pertengahan 1950-an.

Pemerintah menitikberatkan pada pembangunan jaringan utama prasarana dan gedung pemerintah (kantor maupun perumahan dinas pejabat). Pembangunan lainnya diserahkan kepada masyarakat. Kota baru yang diprakarsai pemerintah propinsi adalah Palangkaraya yang ditetapkan sebagai ibukota Propinsi Kalimantan Tengah. Palangkaraya dibangun di tepi Sungai Kahayan yang saat  itu merupakan satu-satunya aspek masuk ke Palangkaraya. Mulai dari penetapan lokasi, perencanaan tata ruang sampai pembangunannya, diprakarsai pemerintah daerah. Dalam hal ini, gubernur berperan penting dan menentukan. Pemerintah pusat lebih berperan sebagai penasehat teknis dan pemberi bantuan dana untuk membangun jaringan utama prasarana dan gedung pemerintah.

Kota baru yang diprakarsai pemerintah kabupaten adalah ibukota baru kabupaten bersangkutan yang dipindah dari kotamadya dengan alasan ibukota kabupaten seharusnya ada di daerah kabupaten bersangkutan. Kalau ibukota daerah kabupaten ada di kotamadya, pemerintah kabupaten tidak bebas bertindak karena yang berkuasa adalah pemerintah kotamadya bersangkutan. Kabupaten yang memindahkan ibukotanya dengan membangun kota baru, antara lain Aceh Besar dari Banda Aceh ke Janto, Bengkulu Utara dari Bengkulu ke Argamakmur dan Bogor dari Bogor ke Cibinong. Pola penanganannya serupa dengan pembangunan ibukota baru propinsi dimana peran pemerintah lebih dipusatkan pada pembangunan jaringan utama prasarana dan gedung pemerintah, termasuk pembangunan perumahan pegawai pemerintah daerah.

Dalam membangun ibukota baru, ada pemerintah kabupaten yang berkerja sama dengan pengembang swasta. Contohnya, pembangunan ibukota baru kabupaten Tangerang dengan memanfaatkan perkebunan karet di Tigaraksa. Sejak penentuan lokasi dan perencanaan tata ruang, pengembang bersangkutan sudah diikutsertakan. Pembangunan prasarana dan sebagian gedung pemerintah dilakukan pengembang dengan imbalan tanah dan pembebasan berbagai biaya yang biasa dikenakan kepada pengembang.





E.   Keuntungan dan Problematika Kota Baru

Beberapa keuntungan serta permasalahan yang berhasil di rangkum dalam makalah ini adalah :

a.    Keuntungan :
·         Tersebarnya Konsentrasi Penduduk
·         Tersedianya lingkungan permukiman yang secara fisik tata ruang tertata dengan baik dan dilengkapi dengan fasilitas permukiman yang memadai

b.    Permasalahan yang timbul :
·         Arus Penglaju yang besar ulang alik antara kota-kota satellite dengan kota induknya
·         Terjadi urban sprawl
·         Kemacetan lalu lintas




F.  Ekologi Kota Baru
Dalam implementasinya Ekologi Kota baru harus mampu mencerminkan sebagai kota yang berkelanjutan. Ekologi kota baru direncanakan seharusnya memiliki tujuan dalam penggunaan sumber daya yang seminimal mungkin serta memberikan dampak yang sekecil mungkin. Kota harus mampu mendaur-ulang sumber-sumber daya tersebut. Dalam konteks ini, kota ekologis memiliki prinsip yang berbeda dengan kota modern. Perbedaan tersebut terletak pada penggunaan sumber-sumber daya dan dampak yang ditimbulkannya.
Pergeseran paradigma ini merupakan konsekuensi logis untuk mencapai tujuan sebagai kota ekologis. Namun hal yang tersulit untuk membentuknya adalah proses dalam menangani sumber daya tersebut, karena diperlukan upaya mendaur-ulang sumber daya tersebut.
Suatu prinsip dan strategi pembangunan kota , meliputi beberapa hal berikut:

1.   Mengembalikan lingkungan yang mengalami degradasi
Membangun kota dengan konsep taman, Menetapkan koridor hijau di kawasan pedesaan dan perkotaan, Meningkatkan kegiatan pedesaan untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan.

2.   Mencegah Urban Sprawl
Membatasi perluasan pembangunan baru, Mengkonsolidasi kawasan kota yang ada dengan mengupayakan penggunaan terbaik pada sumber daya,  Mempertahankan kota agar tetap hidup, dan sebagai tempat yang enak ditinggali, Menciptakan jaringan transportasi yang efisien.

3.   Berperan terhadap ekonomi
Industri yang berkelanjutan, Mengembangkan teknologi yang berbasis lingkungan, Penggunaan teknologi informasi yang tepat.

4.   Menyediakan kesehatan dan keamanan
Mengurangi polusi dan meningkatkan kualitas lingkungan, Pengumpulan, daur ulang dan penggunaan kembali limbah padat, Penyediaan dan sanitasi air, Lingkungan yang tidak beracun dan non-alergi.

5.   Mendorong masyarakat
Melibatkan masyarakat dalam pembangunan kota, Meningkatkan peran serta masyarakat dalam administrasi publik dan manajemen, Mewujudkan pembangunan melalui proses yang melibatkan seluruh masyarakat agar dapat menyumbang hasil yang diharapkan.

6.   Memberdayakan cultural landscape
Perbedaan kelompok budaya, pesta rakyat, Adanya festival seni dan budaya, Bentuk seni multikultural, Jaringan komunitas seni dan kerajinan.

7.   Memperbaiki biosfer
Proyek kerjasama restorasi lahan untuk pengembangan baru, Memperbaiki, mengisi dan meningkatkan udara, air, lahan, energi, biomass, makanan, keanekaragaman, habitat , ecolinks,mendaur ulang limbah.

Struktur kota juga dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :

a.   Struktur kota sacara demografi
Masyarakat yang berada dikota tersebut sangat heterogen dari pekerjaan, pendapat, pendidikan dan lain-lain, dari ke heterogen penduduk kota yang terpenting adalah didalam kota penduduknya berada pada usia kerja. Pada demografi penduduk kota, lebih banyak penduduk perempuan dari pada laki-laki hal ini karena dengan heterogen kota maka jumlah penduduk perempuan lebih dibutuhkan pada bidang jasa, dan perempuan lebih mendominasi pada bidang ini.

b.   Struktur kota secara ekonomi
Heterogenya pekerjaan, penduduk kota akan bergerak dalam bidang industry, perdagangan, dan jasa. Oleh itulah hal ini selalu diikuti oleh fungsi kota (pekerjaan selalu mengikuti fungsi kota). Contohnya kota fungsi pendidikan maka pekerjaan banyak yang berkaitan dengan pendidikan. Yang terpenting keaneragaman, karena semua bergantung fungsi pada kota karena kota tidak pernah memiliki fungsi tunggal. Tiga fungsi kota industry perdagangan jasa, peran yang awalnya tunggalakan menjadi ganda.

c.   Struktur kota secara segregasi
Pengelompokan secara etnis bisa terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja. pengelompokan secara pendidikan, ekonomi, profesi adalah pengelompokan secara sengaja. Jika pengelompokan sengaja berdasarkan hal tersebut, lain halnya dengan pengelompokan secara tidak sengaja yang terjadi disebabkan oleh arus urbanisasi yang masuk ke kota dan menempati area-area lapangan di perkotaan untuk tempat bermukim dan biasanya hal ini berasal pada satu daerah, adapun dari fisiknya adalah tidak memiliki saluran air secara bersih yang biasanya disebut SlumArea.

Ada tiga fungsi kota :

1.        fungsi melancarkan pengawasan (administratif politis)
2.        fungsi sebagai pusat pertukaran (komersial)
3.        fungsi memproses bahan sumber daya (industrial)

Fungsi pertama dan  Fungsi kedua adalah teori pusat. Karena pada fungsi-fungsi tersebut dapat menjangkau pelayanan kebutuhan administrasi yang luas sekali (fungsi pertama) dan menjadi tempat dari kota-kota lain untuk melakuakan pertukaran (fungsi kedua). Apabila penduduk membutuhkan surat-surat Negara maka mereka harus meminta izin pada kota yang memiliki administrasi politis, sehingga pada kota yang memliki fungsi berguna untuk pelayanan kebutuhan atau perizinan bagi penduduk yang ada diluar kota, fungsi kedua (komersial) dapat dinyatakan sebagai Central Place karena juga menjadi pusat dari kebutuhan dari luar maupun dalam kota.

Teknik Planologi 014 Universitas Bosowa Makassar

Teknik Planologi 014 Universitas Bosowa Makassar

Popular Posts

Blogger templates