IDENTIFKASI PENYEDIAAN SARANA & PRASARANA
IDENTIFKASI
PENYEDIAAN PRASARANA
1. AIR
Air dipergunakan untuk
kegiatan manusia dan harus bebas dari kuman-kuman penyebab penyakit, bebas dari
bahan-bahan kimia yang dapat mencemari air bersih tersebut. Air merupakan zat
yang mutlak bagi setiap mahluk hidup dan kebersihan air adalah syarat utama
bagi terjaminnya kesehatan.
Dalam pemenuhan
kebutuhan air bersih manusia biasanya memanfaatkan sumber-sumber air yang
berada di sekitar permukiman baik itu air alam, maupun setelah mengalami proses
pengolahan terlebih dahulu.
Sumber air
dibedakan menjadi tiga yaitu :
·
Air hujan, air angkasa, dalam wujud
lainnya dapat berupa salju.
·
Air permukaan, air yang berada di
permukaan bumi dapat berupa air sungai, air danau, air laut;
·
Air tanah, terbentuk dari sebagian
dari air hujan yang jatuh ke permukaan dan sebagian meresap ke dalam tanah
melalui pori-pori/celah-celah dan akar tanaman serta bertahan pada lapisan
tanah membentuk lapisan yang mengandung air tanah (aquifer), air tanah yang
disebut air tanah dalam atau artesis, artinya air tanah yang letaknya pada dua
lapisan tanah yang kedap air, ada yang sifatnya tertekan dan yang tidak
tertekan. Air tanah dangkal artinya terletak pada aquifer yang dekat dengan
permukaan tanah dan fluktuasi volumennya sangat dipengaruhi oleh adannya curah
hujan.
Di Indonesia, sebagaian
besar masyarakat (khususnya di daerah pedesaan) menggunakan air tanah untuk
memenuhi kebutuhan air bersihnya. Mereka menggunakan sarana sumur gali untuk
mengambil air tanah ini, sumur gali merupakan sarana air bersih yang paling
sederhana dan sudah lama dikenal masyarakat. Sesuai dengan namanya, sumur gali
dibuat dengan menggali tanah sampai pada kedalaman lapisan tanah yang kedap air
pertama. Air sumur (hal ini bergantung pada lingkungan), pada umumnya lebih
bersih dari air permukaan karena air yang merembes ke dalam tanah telah
disaring oleh lapisan tanah yang dilewatinya.
2. LISTRIK
Listrik merupakan suatu
kebutuhan penting bagi manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, dimana
pada yang zaman modern ini sudah banyak alat pendukung kehidupan manusia yang
membutuhkan tenaga listrik untuk mengoperasikannya, seperti lampu, mesin cuci,
mesin pompa air, televisi, radio, komputer dan perangkat elektronik lainnya.
Berdasarkan road maping kelistrikan
Indonesia target hingga tahun 2009/2010 adalah:
·
Pasokan kritis listrik diupayakan
dibawah 30 %,
·
Komposisi penggunaan BBM ditekan
hanya sebesar 17 %,
·
Rasio elektrifikasi mencapai 60 %,
·
Desa berlistrik mencapai 91 %,
·
Konsumsi listrik per kapita
meningkat menjadi 530 TWh.
Selanjutnya
perkembangan kelistrikan Indonesia hingga tahun 2015 menjadi :
·
Total pasokan listrik baru mencapai 1.449 MW dengan realisasi
pengoperasian pembangkit mencapai 59 unit hingga Juni 2015.
·
Komposisi BBM rendah hanya 3 %,
·
Rasio elektrifikasi mencapai 65 – 80
%,
·
Desa berlistrik mencapai 100 %,
·
Konsumsi per kapita menjadi 650 –
850 TWh, dan pada tahun 2020 telah dicapai elektrifikasi 100% dengan rasio
konsumsi per kapita menjadi 950 – 1.300 TWh.
Perkembangan
ketenagalistrikan pada saat ini dengan prediksi kapasitas pembangkit total
mencapai 77,8 GW pada tahun 2020 dengan pertumbuhan sebesar 9,5% pembangkit.
3. TELEKOMUNIKASI
Telekomunikasi adalah teknik
pengiriman atau penyampaian infomasi, dari suatu tempat ketempat lain. Dalam
kaitannya dengan 'Telekomunikasi' bentuk komunikasi jarak jauh dapat dibedakan
atas tiga :
·
Komunikasi Satu Arah (Simplex). Dalam komunikasi
satu arah (Simplex) pengirim dan penerima informasi tidak dapat menjalin
komunikasi yang berkesinambungan melalui mediayang sama.
Contoh :Pager, televisi, dan
radio.
·
Komunikasi Dua Arah (Duplex). Dalam komunikasi
dua arah (Duplex) pengirim dan penerimainformasi dapat menjalin komunikasi yang
berkesinambungan melalui media yang
sama.
Contoh: Telepon dan VOIP.
·
Komunikasi Semi Dua Arah (Half Duplex). Dalam komunikasi semi dua arah
(Half Duplex)pengirim dan penerima informsi berkomunikasi secara
bergantian namun tetap berkesinambungan.
Contoh :Handy Talkie, FAX,
dan Chat Room.
OVUM
Ltd, di tahun 2009 mengeluarkan prediksi bahwa sektor telekomunikasi akan
mengalami perbahan signifikan menjelang tahun 2020. Operator akan terbagi
dalam 2 kategori besar yaitu : LEAN dan SMART.
LEAN :
Low-cost Enabler and Agnostic Network
SMART
: Services, Management, Applications, Relationships, and Technology
Operator yang menganut paham LEAN, akan menjadi
operator yang lebih cenderung ke Dumb Pipe. Dia hanya akan
menjadi pipa penyalur dan penyedia bandwidth untuk konten, aplikasi, penyewaan
jalur, dlsb.
Sementara operator yang mengambil paham SMART,
akan lebih banyak berkutat dengan penyediaan keperluan pelanggan telekomunikasi
dan aplikasi.
Saat ini di Indonesia masih belum jelas
ditemukan pemisah antara operator LEAN dan SMART. Beberapa upaya
diversifikasi usaha sudah dilakukan oleh Top Three Wireless (TSEL, XL, ISAT), tapi masih dalam
kerangka internal diversifikasi dan bukan pemisahan SBU. Diversifikasi
usaha ini bentuknya beragam, mulai dari penyewaan tower, jaringan transmisi,
sampai ke kapasitas di level RAN dan Domestic Roaming.
Perlahan tapi pasti industri telekomunikasi
Indonesia mulai berubah, karena bagaimanapun operator telekomunikasi di
Indonesia sudah merasakan tekanan-tekanan dari perubahan peta yang terjadi di
ekosistem industri. Fokus mereka sudah berubah dari Infrastruktur menjadi
Service/Layanan/Solusi.
4. MIGAS
(MINYAK & GAS)
Asal - usul Minyak Bumi
dan gas alam berasal dari binatang - binatang laut yang kecil atau pun besar
hidup dilaut dangkal yang selanjutnya mati dan kemudian terendapkan, sehingga
dalam kurun waktu yang lama akan tertutup oleh lapisan yang tebal. Karena
pengaruh waktu, tekanan, temperature yang Tinggi. endapan makhluk hidup
tersebut berubah menjadi Petroleum ( minyak bumi ) MIGAS.
Edapan MIGAS dapat di
gambarkan sebagai : Batuan lunak yang berasal dari Lumpur yang mengandung
bintik-bintik minyak dikenal sebagai batuan induk atau “soure rock”.
Selanjutnya minyak dan gas ini akan bermigrasi menuju tempet yang bertekanan
lebih rendah dan akhirnya terakumulasi di tempat yang di sebut perangkap
(trap).
Infrastruktur
industri hilir migas yang dibangun di Indonesia didominasi oleh Pertamina,
nyaris dengan pola monopoli. Untuk pengadaan BBM, Pertamina menguasai seluruh
ranting kegiatan: pengilangan (refinery), transmisi (pipa, tanker), dan
penyimpanan (depot, tangki penyimpanan), dibantu Hiswana Migas (Himpunan Swasta
Nasional Minyak dan Gas) khususnya untuk distribusi.
Semangat
liberalisasi hilir UU Migas No 22/2001 adalah menjadikan industri hilir migas
Indonesia lebih terbuka bagi persaingan. Struktur industri yang semula terintegrasi
vertikal (vertically integrated) dan didominasi oleh Pertamina
"dipecah-pecah" (unbundled) ke dalam beberapa segmen. Usaha
pengilangan, penyimpanan, ekspor-impor, dan transportasi BBM dibuka untuk
perusahaan swasta, termasuk asing. Sistem baru pengadaan BBM nasional akan
diperkenalkan, melibatkan perusahaan lama dan baru, di bawah koordinasi Badan
Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Indonesia,
dengan konsumsi BBM melebihi 60 miliar liter per tahun (2003), merupakan pasar
besar yang telah lama dilirik investor. Permintaan BBM yang besar dan tumbuh
cepat, serta dorongan liberalisasi hilir oleh UU Migas No 22/2001 membuat
bisnis penyediaan BBM di Tanah Air menjanjikan masa depan cerah. Namun,
sejumlah kendala membatasi.
Kendala
utama adalah harga yang rendah. Selama harga BBM di dalam negeri masih jauh di
bawah harga minyak mentah internasional (plus biaya pengilangan dan
transportasinya), maka investor tidak merasa memiliki insentif untuk melakukan
usaha di bidang BBM. Kemungkinan, mereka akan menyiasati kebijakan harga BBM
itu dengan terlebih dahulu melakukan usaha di bidang bahan bakar yang harganya
tidak diatur oleh pemerintah, misalnya Pertamax Plus atau bensin berkualitas
lebih tinggi. Investasi untuk minyak tanah (yang pasarnya di Indonesia cukup
besar) akan dihindari.
Kendala
berikutnya adalah infrastruktur BBM (pengilangan, transmisi, penyimpanan, dan
distribusi) yang kondisinya masih minim atau langka dibandingkan dengan potensi
permintaan BBM di Tanah Air. Pembangunan infrastruktur BBM selain membutuhkan
biaya mahal, waktunya panjang, juga butuh kejelasan master plan pembangunan
infrastruktur yang mesti disiapkan oleh pemerintah. Hal ini, seperti juga
penciptaan insentif investasi di bidang pembangunan infrastruktur hilir minyak
dan gas bumi pasca UU No 22/2001 Migas belum dilakukan baik.
5. RESUME
Dari
hasil identifikasi prasarana di atas dapat disimpulkan :
·
Sebagian besar masyarakat di Indonesia
menggunakan Air Tanah untuk keperluan sehari-hari. Mereka menggunakan sarana sumur gali untuk mengambil air tanah, sumur
gali merupakan sarana air bersih yang paling sederhana dan sudah lama dikenal oleh
masyarakat. Air sumur pada umumnya lebih bersih dari pada air permukaan atau
air hujan sehingga masyarakat lebih memilih air tanah untuk dijadikan kebutuhan
air bersihnya.
·
Total pasokan listrik baru mencapai 1.449 MW dengan realisasi
pengoperasian pembangkit mencapai 59 unit hingga Juni 2015. Perkembangan
ketenagalistrikan pada saat ini dengan prediksi kapasitas pembangkit total
mencapai 77,8 GW pada tahun 2020 dengan pertumbuhan sebesar 9,5% pembangkit.
·
Saat ini di Indonesia masih belum jelas
ditemukan pemisah antara operator LEAN dan SMART. Beberapa upaya
diversifikasi usaha sudah dilakukan oleh Top Three Wireless, tapi masih
dalam kerangka internal diversifikasi dan bukan pemisahan SBU.
Diversifikasi usaha ini bentuknya beragam, mulai dari penyewaan tower, jaringan
transmisi, sampai ke kapasitas di level RAN dan Domestic Roaming.
·
Infrastruktur industri hilir migas yang
dibangun di Indonesia didominasi oleh Pertamina, nyaris dengan pola monopoli.
Untuk pengadaan BBM, Pertamina menguasai seluruh ranting kegiatan: pengilangan,
transmisi, dan penyimpanan, dibantu Hiswana Migas khususnya untuk distribusi. Indonesia,
dengan konsumsi BBM melebihi 60 miliar liter per tahun, merupakan pasar besar
yang telah lama dilirik investor. Permintaan BBM yang besar dan tumbuh cepat,
serta dorongan liberalisasi hilir oleh UU Migas No 22/2001 membuat bisnis
penyediaan BBM di Tanah Air menjanjikan masa depan cerah.
IDENTIFIKASI
PENYEDIAAN SARANA
1. DRAINASE
Sebelumnya
perlu kita ketahui terlebih dahulu bahwa ada perbedaan pandangan mengenai
konsep drainase. Konsep yang pertama yaitu bahwa drainasediartikan hanya
sebatas bagaimana mengalirkan air agar suatu daerah terbebasdari genangan.
Konsep ini mengabaikan sesuatu yang sejatinya justru sangat penting, yaitu
konservasi air. Dan inilah yang membedakan dengan konsep yangkedua :
bahwa dalam menjaga agar suatu daerah terbebas dari genangan, tidak boleh
hanya sebatas mengalirkan air ke daerah lain begitu saja, namun harus
tetapmenjaga ketersedian air di daerah yang sedang diupayakan. Misalnya dengan
membuat sumur resapan, parit resapan, dan lain-lain.
Penyediaan sistem jaringan drainase
perkotaan, terdiri dari empat macam, yaitu :
·
Sistem Drainase Utama Sistem
drainase perkotaan yang melayani kepentingan sebagian besarwarga masyarakat
kota.
·
Sistem Drainase Lokal Sistem
drainase perkotaan yang melayani kepentingan sebagian kecilwarga masyarakat
kota.
·
Sistem Drainase Terpisah Sistem
drainase yang mempunyai jaringan saluran pembuanganterpisah untuk air permukaan
atau air limpasan.
·
Sistem Gabungan Sistem drainase yang
mempunyai jaringan saluran pembuangan yangsama, baik untuk air genangan atau
air limpasan yang telah diolah.
2. LIMBAH
Limbah adalah
buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis
limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai
aktivitas domestik lainnya (grey
water).
Potensi industri telah memberikan sumbangan
bagi perekonomian Indonesia melalui barang produk dan jasa yang
dihasilkan, namun di sisi lain pertumbuhan industri telah menimbulkan masalah
lingkungan yang cukup serius. Buangan air limbah industri mengakibatkan
timbulnya pencemaran air sungai yang dapat merugikan masyarakat yang
tinggal di sepanjang aliran sungai, seperti berkurangnya hasil produksi
pertanian, menurunnya hasil tambak, maupun berkurangnya pemanfaatan air sungai
oleh penduduk.
Seiring dengan makin tingginya kepedulian akan
kelestarian sungai dan kepentingan menjaga keberlanjutan lingkungan dan dunia
usaha maka muncul upaya industri untuk melakukan pengelolaan air
limbah industrinya melalui perencanaan proses produksi yang effisien
sehingga mampu meminimalkan limbah buangan industri dan upaya pengendalian
pencemaran air limbah industrinya melalui penerapan installasi pengolahan air
limbah. Bagi Industri yang terbiasa dengan memaksimalkan profit dan
mengabaikan usaha pengelolaan limbah agaknya bertentangan dengan akal sehat
mereka, karena mereka beranggapan bahwa menerapkan instalasi pengolahan air
limbah berarti harus mengeluarkan biaya pembangunan dan biaya operasional yang
mahal. Di pihak lain timbul ketidakpercayaan masyarakat bahwa industri
akan dan mampu melakukan pengelolaan limbah dengan sukarela mengingat banyaknya
perusahaan industry yang dibangun di sepanjang aliran sungai, dan membuang air
limbahnya tanpa pengolahan. Sikap perusahaan yang hanya berorientasi “Profit
motive” dan lemahnya penegakan peraturan terhadap pelanggaran pencemaran ini
berakibat timbulnya beberapa kasus pencemaran oleh industry dan
tuntutan-tuntutan masyarakat sekitar industry hingga perusahaan harus
mengganti kerugian kepada masyarakat yang terkena dampak.
Latar belakang yang menyebabkan terjadinya
permasalahan pencemaran tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
·
Upaya pengelolaan lingkungan yang
ditujukan untuk mencegah dan atau memperkecil dampak negatif yang dapat timbul
dari kegiatan produksi dan jasa di berbagai sektor industri belum berjalan
secara terencana.
·
Biaya pengolahan dan pembuangan limbah semakin
mahal dan dana pembangunan, pemeliharaan fasilitas bangunan air
limbah yang terbatas, menyebabkan perusahaan enggan menginvestasikan dananya
untuk pencegahan kerusakan lingkungan, dan anggapan bahwa biaya untuk
membuat unit IPAL merupakan beban biaya yang besar yang dapat mengurangi
keuntungan perusahaan.
·
Tingkat pencemaran baik kualitas maupun
kuantitas semakin meningkat, akibat perkembangan penduduk dan ekonomi, termasuk
industri di sepanjang sungai yang tidak melakukan pengelolaan air limbah
industrinya secara optimal.
·
Perilaku sosial masyarakat dalam hubungan
dengan industri memandang bahwa sumber pencemaran di sungai adalah berasal dari
buangan industri, akibatnya isu lingkungan sering dijadikan sumber
konflik untuk melakukan tuntutan kepada industri berupa perbaikan lingkungan,
pengendalian pencemaran, pengadaan sarana dan prasarana yang rusak akibat
kegiatan industri.
·
Adanya Peraturan Pemerintah tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air nomor: 82 Tahun 2001,
meliputi standar lingkungan, ambang batas pencemaran yang diperbolehkan, izin
pembuangan limbah cair, penetapan sanksi administrasi maupun pidana belum dapat
menggugah industri untuk melakukan pengelolaan air limbah.
3. AIR
BERSIH
Penyediaan air bersih untuk
masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan
lingkungan atau masyarakat, yakni mempunyai peranan dalam menurunkan angka
penderita penyakit, khususnya yang berhubungan dengan air, dan berperan dalam
meningkatkan standar atau taraf/kualitas hidup masyarakat.
Beberapa
permasalahan pokok yang masih dihadapi dalam penyediaanair bersih di
Indonesia antara lain adalah : masalah tingkat pelayanan air bersih yang masih
rendah. Berdasarkan data statistik 1995 (SUPAS 1995), presentasi banyaknya
rumah tangga dan sumber air minum yang digunakan di berbagai daerah di
Indonesia sangat bervariasi tergantung dari kondisi geografisnya.
Untuk DKI
Jakarta, misalnya berdasarkan data statistik BPS DKI tahun1998 diperkirakan
banyaknya rumah tangga yang menggunakan air ledeng (PAM) sebesar 50%, air tanah
dengan menggunakan pompa 42,67%, sumur gali
3,16 % dan lainnya sebesar 0,63 %. Permasalahan yang timbul yakni,
sering dijumpai bahwa kualitas airtanah maupun air sungai yang digunakan
masyarakat kurang memenuhi syarat sebagai air minum yang sehat bahkan di
beberapa tempat tidak layak untuk dikonsumsi. Air yang layak untuk
dikonsumsi, harus mempunyai standar persyaratan tertentu yakni persyaratan
fisik, kimiawi, bakteriologis, dan syarat tersebut merupakan satu kesatuan.
Jadi jika ada satu saja parameter yang tidak memenuhi syarat maka air
tersebut tidak layak untuk dikonsumsi.
Untuk daerah
kawasan pemukiman pedesaan di daerah pesisir atau pulau-pulau kecil yang tidak
mempunyai sumber air tawar masyarakat biasanyaterpaksa memenuhi kebutuhan
dengan cara menampung air hujan mengambildari tempat lain yang relatif jauh dan
mahal. Atau membeli air minum dalam kemasan
dengan harga yang cukup mahal. Bagi masyarakat yang kurang mampu tidak
ada jalan selain menggunakan air selain untuk keperluan sehari-hari dari sumber
yang apa adanya sehingga berdampak terhadap kesehatan masyarakat.
4. SAMPAH
Sampah merupakan suatu
bahan yang terbuang atau di buang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia
maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi. Dalam
Undang-Undang No.18 tentang Pengelolaan Sampah menyatakan
definisi sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau dari proses
alam yang berbentuk padat. Permasalahan sampah merupakan permasalahan
yang krusial bahkan sampah dapat dikatakan sebagai masalah kultural karena
berdampak pada sisi kehidupan terutama dikota-kota besar seperti Jakarta,
Surabaya, Bandung, Makasar, Medan dan kota besar lainnya. Sampah akan terus ada
dan tidak akan berhenti diproduksi oleh kehidupan manusia, jumlahnya akan
berbanding lurus dengan jumlah penduduk, bisa dibayangkan banyaknya
sampah-sampah dikota besar yang berpenduduk padat. Permasalahan ini akan timbul
ketika sampah menumpuk dan tidak dapat dielola dengan baik. Sampah
menjadi masalah penting untuk penting untuk kota yang padat penduduknya hal
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
·
Volume sampah yang sangat besar
sehingga melebihi kapasitas daya tampung tempat pembuangan sampah akhir (TPA)
·
Lahan TPA semakin sempit karena
tergeser penggunaan lain.
·
Teknologi pengelolaan sampah tidak
optimal sehingga sampah lambat membusuknya, hal ini menyebabkan percepatan
peningkatan volume sampah lebih besar dari pembusukannya oleh karena itu selalu
diperlukan perluasan area TPA baru
·
Sampah yang sudah layak menjadi
kompos tidak dikeluarkan dari TPA karena beberapa pertimbangan
·
Managemen pengelolaan sampah tidak
efektif sehingga seringkali menjadi penyebab distorsi dengan masyarakat
setempat
·
Pengelolaan sampah disarakan tidak
memberikan dampak positif terhadap lingkungan 8.
·
Kurangnya dukungan kebijakan dari
pemerintah dalam memanfatkan produk sampingan sehingga tertumpuknya produk
tersebut di lahan TPA.
Ratio timbunan sampah dikota besar
umumnya dihasilkan tiap-tiap jiwa adalah 0.7 kg/kapita/hari termasuk kota
medan. Kota yang memiliki jumlah penduduk tetap mencapai 2.125.591 jiwa
dan komutter yang diperkirakan mencapai 600.000 jiwa. jika diestimasikan
timbunan sampah yang mampu diproduksi adalah 6806 m3/hari setara dengan
1701 ton/hari. Jumlah volume sampah di Kota Medan tergolong besar
sehingga perlu ada penanganan khusus, bila tidak cepat maka kota tersebut akan
terus ditimbun oleh tumpukan sampah dan berbarengan dengan efek negatif
yang ditimbulkan.
5. FASILITAS
TERTUTUP
Fasilitas tertutup adalah fasilitas yang
berupa bentuk bangunan, contohnya seperti fasilitas pendidikan, fasilitas
peribadatan, fasilitas perdagangan, fasilitas kesehatan dan lain sebagainya.
Adapun yang akan saya angkat disini adalah salah satu dari fasilitas tertutup
yaitu fasilitas pendidikan.
Fasilitas
pendidikan merupakan salah satu fasilitas sosial yang penting bagi penduduk.
Fasilitas pendidikan bersama dengan fasilitas sosial lainnya seperti fasilitas
peribadatan, kesehatan, kependudukan, melayani kebutuhan penduduk akan
kebutuhan yang memberi kepuasan sosial, mental dan spiritual. Sebagai salah
satu fasilitas sosial, fasilitas pendidikan harus dimiliki oleh suatu
lingkungan perumahan hingga ke skala yang lebih luas, sebab fasilitas sosial
selalu dibutuhkan oleh semua penduduknya untuk melakukan kegiatan.
Masalah pemerataan pendidikan adalah
persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan,
sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia
untuk menunjang pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih
banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung di
dalam sistem pendidikan atau lembaga pendidikan karena minimnya fasilitas yang
tersedia. Ada beberapa hal yang menyebabkan masalah pemerataan pendidikan,
sebab-sebab tersebut antara lain:Keadaan geografis yang heterogen sehingga
sangat sulit untuk menjangkau daerah-daerah tertentu.
Sampai saat ini 88,8 persen sekolah di
indonesia mulai SD hingga SMA/SMK, belum melewati mutu standar pelayanan
minimal.Pada pendidikan dasar hingga kini layanan pendidikan mulai dari guru,
bangunan sekolah, fasilitas perpustakaan dan laboratorium, buku-buku pelajaran
dan pengayaan, serta buku referensi masih minim. Pada jenjang Sekolah Dasar
(SD) baru 3,29% dari 146.904 yang masuk kategori sekolah standar nasional,
51,71% katekori standar minimal dan 44,84% dibawah standar pendidikan minimal.
pada jenjang SMP 28,41% dari 34.185, 44,45% berstandar minimal dan 26% tidak
memenuhi standar pelayanan minimal. Hal tersebut membuktikan bahwa pendidikan
di indonesia tidak terpenuhi sarana prasarananya. Data Balitbang Depdiknas
(2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung
25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas
tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62%
mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan
berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena
kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di
SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.
6. FASILITAS
TERBUKA
Salah satu bentuk dari fasilitas terbuka
adalah RTH atau Ruang terbuka hijau
adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun
yang sengaja ditanam.
Penyediaan RTH berdasarkan luas
wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:
·
ruang terbuka hijau di perkotaan
terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
·
proporsi RTH pada wilayah perkotaan
adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan
10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
·
apabila luas RTH baik publik maupun
privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari
peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap
dipertahankan keberadaannya.
·
Proporsi 30% merupakan ukuran
minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem
hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Untuk
menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan
antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai
peraturan yang berlaku.
·
250 jiwa : Taman RT, di tengah
lingkungan RT
·
2500 jiwa : Taman RW, di pusat
kegiatan RW
·
30.000 jiwa : Taman Kelurahan,
dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan
·
120.000 jiwa : Taman kecamatan,
dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan
·
480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat
Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar)
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk
perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi
kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan
penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan
rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan
perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH
pengamanan sumber air baku/mata air.
7.
RESUME
Hasil
dari identifikasi sarana diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
·
Penyediaan sistem jaringan drainase perkotaan,
terdiri dari empat macam, yaitu system drainase utama, system drainase local,
system drainase terpisah dan system gabungan.
·
Buangan air limbah industri mengakibatkan
timbulnya pencemaran air sungai yang dapat merugikan masyarakat yang
tinggal di sepanjang aliran sungai, seperti berkurangnya hasil produksi
pertanian, menurunnya hasil tambak, maupun berkurangnya pemanfaatan air sungai
oleh penduduk.
·
Berdasarkan data statistik 1995 (SUPAS 1995),
presentasi banyaknya rumah tangga dan sumber air minum yang digunakan di
berbagai daerah di Indonesia sangat bervariasi tergantung dari kondisi
geografisnya. Untuk DKI Jakarta, misalnya berdasarkan data statistik BPS DKI
tahun1998 diperkirakan banyaknya rumah tangga yang menggunakan air ledeng (PAM)
sebesar 50%, air tanah dengan menggunakan pompa 42,67%, sumur gali 3,16 % dan lainnya sebesar 0,63 %.
·
Ratio timbunan sampah dikota besar
umumnya dihasilkan tiap-tiap jiwa adalah 0.7 kg/kapita/hari termasuk kota
medan. Kota yang memiliki jumlah penduduk tetap mencapai 2.125.591 jiwa
dan komutter yang diperkirakan mencapai 600.000 jiwa. jika diestimasikan
timbunan sampah yang mampu diproduksi adalah 6806 m3/hari setara dengan
1701 ton/hari.
·
Data
Balitbang Depdiknas menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang
menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh
ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau
34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami
kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih
tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga
terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak
sama.
·
Penyediaan RTH berdasarkan luas
wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:
ü
ruang terbuka hijau di perkotaan
terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
ü
proporsi RTH pada wilayah perkotaan
adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan
10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
ü
apabila luas RTH baik publik maupun
privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari
peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap
dipertahankan keberadaannya.
ü
Proporsi 30% merupakan ukuran
minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem
hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
0 comments:
Post a Comment